TEORI SASTRA
“LAPORAN BACAAN”
(BOOK REPORT)
MEMBACA SASTRA (Pengantar
Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)
Dosen Pengampu : Muhibul Fahmi S.Pd
OLEH:
Rini
Delmasari
13020211049
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SENI
SEKOLAH TINGGI ILMU
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
YAYASAN PENDIDIKAN
MERANGIN
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan
kehadirat Allah Swt.
yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan bacaan
buku Membaca Sastra. Penulisan laporan bacaan ini merupakan salah satu tugas dari mata
kuliah Teori Sastra.
Dalam Penulisan laporan ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan bacaan
ini.
Dalam penulisan laporan bacaan
ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
laporan bacaan ini, khususnya kepada Bapak Muhibul Fahmi,S.PD sebagai dosen pembina
pada mata kuliah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam
penulisan dan penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima kritikan dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Terima kasih.
Bangko, Oktober
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
A. Pendahuluan................................................................................................... 1
B. Laporan Bagian Buku.................................................................................... 2
1.
Laporan Bagian Buku Bab I Sastra....................................................... 2
2. Laporan
Bagian Buku Bab II Puisi........................................................ 5
3. Laporan
Bagian Buku Bab III
Prosa..................................................... 9
4. Laporan
Bagian Buku Bab IV Drama................................................... 11
C. Komentar........................................................................................................ 15
Buku Pembanding I............................................................................... 17
Buku Pembanding II.............................................................................. 18
D. Penutup........................................................................................................... 20
Daftar Pustaka..................................................................................................... 21
Laporan Bacaan
A.Pendahuluan
Penulis
melaporkan buku yang berjudul “Membaca
Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)”buku ini ditulis
oleh Melani Budianta,Ida Sundari Husen,Manneke Budiman,Wahyudi. Penerbit buku
ini adalah Indonesia Tera yang merupakan anggota IKAPI. Buku ini diterbitkan
pada tahun 2008 pada bulan september dan merupakan cetakan keempat, cetakan pertama pada bulan september 2002, cetakan
kedua pada bulan september 2003, cetakan
ketiga pada bulan mei 2006. Hak Cipta
Dilindungi Undang-Undang (All Rights
reserved).Sampul Buku ini dirancang oleh Andre. Tempat penerbitan buku ini
di Magelang dan diterbitkan oleh Indonesia Tera.
Perpustakaan
Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) buku ini:
Budianta,Melani,dkk.
Membaca Sastra
(Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)
Magelang:Indonesia Tera
ISBN:
978-775-068
Tebal buku ini x+ 256 halaman termasuk halaman cover,
indentitas buku, kata pengantar, daftar isi , daftar pustaka, daftar istilah,
lampiran, biodata penulis.
Garis besar isi buku ini adalah Kata Penagantar yang
berisikan tentang hasil kerja sama dalam membentuk sebuah karya yang ditulis
oleh sebuah tim yang dibentuk jurusan kesusastraan,fakultas ilmu pengeathuan
budaya, Universitas Indonesia, dan penulis berharap agar para pembaca (mahasiswa)
diberbagai jurusan dan program studi memiliki keahlian dan pengetahuan yang
cukup baik dalam memahami materi-materi yang disajikan buku tersebut dan juga
memiliki kemamampuan setara setelah menyelesai mata kuliah yang bersangkutan.
Kemudian penulis berharap kritikan beserta saran untuk penyempurnaan buku dalam
segala aspek, penyempurnaan dalam segala ospek itu akan terus dilakukan,sesuai
dengan semangatnya, buku ini memang disusun untuk selalu dapat disesuaikan
dengan perkembangan pengajaran kesusastraan dari masa ke masa. kemudian Daftar
Isi yang berisikan judul-judul dan subjudul-subjudul pada setiap bab dan sudah
disediakan halaman judulnya. Berikutnya terdapat halaman bab, dari halaman 3—23
berisikan tentang Sastra yang terdiri dari sub-sub bab ; Sastra itu Apa? Terdapat pada halaman 3-12, Sastra: Antara
Konvensi dan Inovasi terdapat pada halaman 13-18, Fungsi Sastra terdapat pada halaman
19-22, Produksi dan Reproduksi Sastra terdapat pada halaman 23-30. Dan pada halaman 31—58 berisikan materi tentang Puisi
yang terdiri dari sub-sub bab; Puisi itu Apa? Terdapat pada halaman 31-38,
Unsur-unsur Pembangun Puisi terdapat pada halaman 39-57, Aneka Ragam Puisi terdapat pada halaman
58-76. Kemudian dari halaman 77—89 berisikan materi mengenai Prosa yang terdiri
dari sub-sub bab; Prosa: Struktur Narasi, terdapat pada halaman 77-84,
Unsur-unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur terdapat pada halaman 85-88 Struktur
Penceritaan/Penuturan terdapat pada halaman89-94. Seterusnya membahas materi
mengenai Drama terdapat pada halaman 95—111 yang terdiri dari sub-sub bab;
Hakikat Drama terdapat pada halaman 95-103, Karakteristik, Elemen Drama, dan
Sarana Dramatik terdapat pada halaman 104-110, Pengkategorian Drama terdapat
pada halaman111-118. dari halaman 119—156 berisikan Catatan Untuk Pengajar ;
Catatan untuk Pengajar Sastra, Catatan untuk Pengajar Puisi, Catatan untuk
Pengajar Prosa, Catatan untuk Pengajar Drama. Serta Daftar Pustaka yang
berisikan rujukan-rujukan bagi penulis dalam menulis karyanya.selanjutnya
terdapat, Daftar Istilah yang berisikan tentang kata-kata sulit yang harus
dijelaskan dalam daftar tersebut, sehingga pembaca mudah memahami kata-kata tersebut.
Kemudian terdapat juga Lampiran yang berisikan hasil karya-karya para penulis
seperti Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis, Clara karya Seno Gumira Ajidarma,
Surat Kepada Anak-Anak yang Memilih untuk Diam dalam Kepatuhan karya Karlina
Leksono-Supelli, Tanah Sang Raksasa karya Dwi Setyawan, Pakaian dan Kepalsuan
karya Achdiat K. Miharadja. Dan yang terakhir, Biodata Penulis yang berisikan
tentang pendidikan dan karya-karyanya yang sudah berhasil ditulisnya.
B. LAPORAN BAGIAN BUKU
1.Laporan Bagian Buku Bab
1 membahas materi tentang, sastra,mencangkup sastra
itu apa halaman , Sastra:antara konvensi dan inovasi ,fungsi sastra ,produksi dan reproduksi
sastra.
1.1 Sastra Itu Apa?
Kalau
ada yang bertanya “karya sastra itu apa”,kira-kira apa jawabanya?barangkali
anda langsung ingat sederetan nama pengarang dan karyanya yang harus dihafalkan
waktu belajar disekolah menengah .atau anda ingat sejumlah kalimat dengan gaya
bahasa yang berbunga-bunga.tapi ada suatu cara yang lebih membantu kita dalam memahami
karya sastra ,yaitu melalui pembadingan dengan teks yang “bukan”karya sastra.
Perbedaan pengalaman membaca teks yang berbeda itu menunjukan apa yang bisa
anda dapatkan ketika membaca suatu karya sastra,dibandingkan dengan membaca
pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual, berita, atau juga opini.
Danziger
dan johnson (1961) melihat sastra sebagai suatu “seni bahasa”,yakni cabang seni
yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. (dalam hal ini bisa dibandingkan
dengan seni musik .yang mengolah bunyi ;seni tari yang mengolah gerak dan seni
rupa yang mengolah bentuk dan warna). Daiches (1964)mengacu pada aristoteles
yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis
pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain”. yakni suatu
cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya
wawasan pembacanya.
Bahasa
yang dipakai dalam artikel dimedia massa menekan hal-hal yang bersifat
teknis,seperti data, fakta sumber primer, bukti, dan contoh.sedangkan cuplikan
cerpen menggambarkan nuansa-nuasa perasaan dan pikiran yang tidak bisa diwakili
oleh angka dan statistik
1.2 Sastra: Antara
konvensi dan Inovasi
Puisi
yang ditulis dalam bait dan baris aturan itu disebut konvensi yakni suatu
kesepakatan yang sudah diterima orang banyak dan sudah menjadi
tradisi.artinya,kebiasaan itu dilakukan orang secara terus-menerus dari waktu
ke waktu.satra berkaitan dengan konvensi semacam itu artinya,apabila anda mau
menulis sebuah puisi.
Sastra
selalu berubah dari zaman-ke zaman .pada zaman dulu,orang melayu mengenal
pantun.pada zaman modern,pantun masih banyak dipakai orang ,namun selain pantun
,ada sajak dengan bentuk-bentuk lain yang lebih bebas dan bervariasi.perubahan
itu terjadi karena sastrawan yang kreatif salalu mencari hal-hal yang baru yang
mengubah konvensi atau aturan yang ada.sajak yang tidak memakai rima atau
persamaan bunyi dan juga tidak mempunyai
irama yang teratur seperti pada konvensi sajak yang klasik.pada awalnya sajak
yang seperti itu mengejutkan para pembacanya.tetapi lama-kelamaan bentuk
seperti itu sudah dianggap biasa dan menjadi suatu konvensi yang diterima
masyarakat.
Ada
jenis-jenis sastra yang berkaitan dengan ritual keagaamaan tertentu seperti
qasidah dalam agama islam .di amerika serikat ,pada zaman puritan ,yang
dianggap sebagai sastra adalah teks-teks yang bernuansa religius dan mempunyai
fungsi jelas dalam pembinaan iman.sastra yang bersifat “menghibur” belaka
dianggap maksiat.secara umum konvensi yang paling dasar adalah penggolongan
jenis-jenis teks sastra menjadi tiga ,yakni genre .prosa,puisi,dan
drama.masing-masing genre masih bisa dibagi sub-sub genre lagi.tetapi sekali
lagi ,konvensi yang berlaku disuatu masyarakat tertentu pada waktu tertentu
menentukan klafikasi semacam ini .seperti sudah disebut tadi
diamerika,”esai”seringkali dimasukan sebagai teks sastra dibawah genre prosa.masih ada lagi pembagian kelompok
sastra tradisional dan sastra modern,sastra lisan dan sastra tulis ,sastra
daerah dan sastra nasional.
1.3 Fungsi Sastra
seorang
pemikir Romawi, Horatius,mengemukakan istilah dulce et utile, dalam tulisanya
berjudul ars poetica.artinya,sastra mempunyai fungsi ganda, yakni menghibur dan
sekaligus bermanfaat bagi pembacanya.
Sastra
menghibur dengan cara menyajikan keindahan ,memberikan makna terhadap kehidupan
(kematian,kesengsaraan,maupun kegembiraan)atau memberikan pelepasan kedunia
imajinasi. karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang
kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk.ada pesan yang sangat jelas
disampaikan ada pula yang bersifat tersirat secara halus.karya sastra juga
dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang ditangkap sang pengarang terhadap
lingkungan disekitarnya.dapat diibaratkan sebagai “potret” atau “sketsa”
kehidupan tetapi,”potret”itu tentu berbeda dengan cermin ,karena sebagai kreasi
manusia ,didalam sastra terdapat pendapat dan pandangan penulisnya ,dari mana
dan bagaimana ia melihat kehidupan tersebut :gagasan-gagasan yang muncul ketika
mengambarkan karya sastra itu dapat membentuk pandangan orang tentang kehidupan
Fungsi
sastra dari zaman ke zaman sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat
pendukungnya.sastra lisan mempunyai fungsi sosial yang jelas dalam masyarakat
tradisional sebagai bagian dari ritual,seperti ritual berbalas pantun untuk
mengantar pengantin diberbagai kelompok adat diindonesia ,atau sebagai mantra
penolak hujan dan penolak bala.
1.4 Produksi dan
Reproduksi Sastra
Proses
penciptaan (produksi karya sastra) serta penyebaran dan penggandaanya
(reproduksi) sastra melibatkan berbagai macam pehak.yang pertama adalah
pencipta karya sastra .yakni pengarang yang berdasarkan
kreativitas,imajinasi,dan kerjanya.menuliskan atau menciptakan suatu karya.pada
zaman sebelum adanya percetakan karya sastra masih berbentuk manuskrip.
Pada
zaman sesudah publikasi karyan secara massal ,muncul sebuah lembaga yang
disebut penerbit.penerbit menjadi perantara bagi pengarang untuk memasarkan
karyanya kepada masyarakat pembaca .
Penerbit mencetak karya pengarang dalam jumlah benyak dan kemudian menjualnya
melalui tokoh-tokoh buku.
Ada
lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam
menyebarkan karya sastra,seperti komonitas sastra, seperti komunitas sastra,
lembaga pendidikan, dan lembaga –lembaga yang mengayomi kegiatan sastra.
Pada
masa kini lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah sampai universitas
mempunyai peran dalam menyiapkan pembaca untuk menikmati karya sastra.
Kritikus, atau pembaca yang mempunyai kemampuan untuk menilai karya sastra
secara kritis, mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan mutu karya
sastra dengan memberikan penilaian atas karya sastra yang dihasilkan. Kritikus
juga berperan untuk menjelaskan dan meningkat apresiasi masyarkat terhadap
karya sastra.
Semua
pihak yang terkait dalam produksi dan reproduksi karya sastra diatas sangat
menentukan perkembangan kesusastraan di tempat tertentu dan zaman tertentu.
Pihak-pihak dapat juga membuat hambatan –hambatan utuk mengekang dan menyonsor
karya sastra yang dianggap kurang bagus,tidak sesuai norma dan nilai yang dianut
masyarkat tertentu, dan oleh karenanya membahayakan.
Sifat
karya sastra yang terbuka untuk interpretasi,khalayak pembaca dari berbagai
kelompok, misalnya yang mewakili adat dan tradisi tertentu ,agama atau kelompok
tertentu ,bisa memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang karya sastra
tertentu,dan menyikapi karya sastra tersebut sesuai dengan pandangan dan
gagasan mereka.
2. Laporan Bagian Buku Bab 2
membahas materi tentang puisi,yang mencangkup,puisi itu apa,unsur-unsur
pembangun puisi,struktur penceritaan/penuturan.
2.1 Puisi Itu Apa
Kehidupan
sehari-hari kaya dengan berbagai ekspresi puitis yang tidak secara langsung
berkaitan dengan kegiatan berpuisi atau bersastra.apabila kita menggunakan
ungkapan “mata keranjang”untuk menyebut seseorang yang mudah terpikat kepada
perempuan-perempuan yang dilihatnya sesungguhnya kita sedang menggunakan
ekspresi puitis.”mata keranjang”adalah sebuah gaya bahasa yang menggunakan
sebuah ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang lain.tujuannya untuk memperjelas
maksud yang disamapaikan.
Ada
pula puisi yang tidak memiliki unsur puitis yang kuat dan terkesan sebagai
ujaran sehari-hari yang non puitis seperti sajak Yudhistira ANM Massardi
berjudul “Sajak Sikat Gigi” .kemudian segaja disusun dalam bentuk prosais.
2.2 Unsur-Unsur
Pembangun Puisi
Dari
zaman kezaman ada berbagai pandangan tentang pengertian puisi .barang kali
pandangan yang paling memberikan tekanan pada unsur bahasa dalam sebuah puisi
adalah yang berasal dari ahli-ahli linguistik modern yang meminati sastra,yang
mengemukakan bahwa puisi menjadi khas karena sebagai teks ia menarik perhatian
pembaca kepada teks itu sendiri,dan bukan kepada pengarangnya,atau kenyataan
yang diacunya atau pembacanya .
Horatius
,seorang kritikus romawi ,mensyaratkan dua hal bagi puisi yaitu puisi harus
indah dan menghibur(dulce) ,namun pada saat yang sama puisi juga harus berguna
dan mengajarkan sesuatu (utile).William wordsworth,penyair romantik inggris
,memahami puisi sebagai suatu luapan spontan dari perasaan-perasan yang
kuat.Roman Jacobson ,seorang ahli linguistik dari perancis ,menekan kan pada
fungsi puintik(poetic function)teks ,yakni sebuah fungsi yang mengarahkan
segenap upaya dan perhatian pada unsur-unsur teks itu sendiri.
Secara
konvensional ,sebuah puisi biasanya menggunakan beberapa atau salah satu
dominan untuk membangun makna .gaya bahasa metafora dan simile.Metafora adalah sebuah kata atau
ungkapan yang makna bersifat kiasan ,dan bukan harfiah karena ia berfung
menjelaskan sebuah konsep contohnya ”dewi bulan”.Simile kurang lebih memiliki fungsi yang sama dengan metafora
,yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain namun yang masih memiliki
kesamaan-kesamaan tertentu.simile hadir ,misalnya dalam ungkapan seperti
“senyummu semanis gula”atau nusantara ,tanah yang indah bagai permata “.Personifikasi adalah gaya bahasa lain
yang cukup populer dalam puisi.dengan gaya bahasa ini ,benda benda mati
seolah-olah bernyawa dan melakukan sesuatu menjadi manusiawi.Metonimi selalu memiliki hubungan
kedekatan dengan hal yang diwakilinya dalam ungkapan .hubungan yang dibangunya
adalah sebab akibat.demikian pula dengan ,persamaan
bunyi atau rima ,juga kerap menjadi
penanda kekhasan teks puisi,penting diperhatikan tidak semua puisi memanfaatkan
rima sebagai salah satu unsur pembangun makna atau suasana.
Ada
kalanya bunyi-bunyi atau kata-kata tertentu diulang beberapa kali untuk
menegaskan makna.repetisi atau pengulangan semacam itu dapat dikatakan sajak.
Tentu
saja dari semua perangkat penbangun puisi yang ada bentuk, adalah penanda yang
paling jelas .didalam tradisinya ,puisi tidak rertulis secara prosais ,yang
membujur dari pias kiri ke pias kanan kertas.pemenggalan kalimat-kalimat juga
tidak sesuai kaidah kebahasaan .bersama-sama dengan permainan bunyi dan
berbagai gaya bahasa yang ada ,bentuk turut membangun makna atau suasana
tertentu.ada juga puisi yang ditulis dengan gaya prosa sajak “dikebun binatang”
karya Sapardi Djoko Damono ia memperlihatkan gaya narasi yang lazim digunakan
dalam teks prosa.
Akhirnya
,patut dicatat bahwa konvensi puisi selalu berubah dari masa ke masa di
berbagai tempat yang berbeda .namun oleh wellek dan warren ,fungsi puisi pada
akhirnya adalah setia pada diri sendiri .dengan kata lain kita tahu bahwa kita
sedang menghadapi sebuah puisi ketika yang menjadi acuanya adalah teks itu
sendiri ,dan bukan pengarangnya ,atau pembacanya atau masyarakat dan zamannya.
2.3 Aneka Ragam Puisi
Banyak
orang meyakini bahwa puisi tertua adalah mantra,yang merupakan bagian penting
ritual-ritual masa lampau.kekhasan matra terletak pada pengulangan-pengulangan bunyi
serta efek yang dihasilkan pada pendengar .konon matra punya fungsi magis
,yakni mampu mengusir roh jahat atau bala ,dan menghubungkan manusia dengan
alam supranatural.didalam mantra bunyi lebih penting daripada makna .itulah
sebabnya mengapa mantra diatas tidak membangun suatu makna yang utuh dan dapat
dicerna ,namun lebih mengutamakan pengulangan bunyi-bunyi tertentu.
Pada
zaman pertengahan di eropa ,dan juga pada beberapa periode setelah zaman
tersebut ,puisi dinyanyikan oleh para troubadour
(pelipur lara) serta penyair istana.isinya biasanya mengisahkan tentang
hikayat para pahlawan dan percintaan.diindonesia tradisi serupa juga dapat
dijumpai,khususnya dalam tradisi kesustraan melayu.
Dari segi
ungkapan puisi dapat dikategorikan dalam lirik
dan epik .puisi lirik banyak mengekplorasi subjektivitas dan individualitas aku
lirik dalam sajak.biasanya puisi lirik lebih mengutamakan suasana daripada tema
,dan makna kerap perlu dipahami dalam kaitan dengan suasana batin tertentu yang
hendak dibangun daripada dengan pesan-pesan moral.dilain pihak epik banyak
menggunakan kisahan dan lebih bergaya prosais sambil tetap mempertahankan
unsur-unsur puitik yang umum dijumpai dalam puisi seperti rima kesamaan jumlah
ketukan ,dan semacamnya.oleh sebab itu ,epik juga kerap disebut dengan sajak
naratif .isinya pada umunya tantang pertualangan atau perjalanan seorang
pahlawan atau tokoh,serta berbagai kegiatan luhur yang dilakukannya
Dari segi bentuk
,secara garis besar dapatdisebutkan
adanyasajak-sajak yang bentuk terikat,seperti soneta,kwatrin,dan pantun,dan
sebagainya serta sajak-sajak berbentuk bebas.soneta biasanya terdiri atas empatbelas larik dengan pola irama
tertentu. Sedangkan kwatrin adalah
sebait sajak yang terdiri atas empat larik dengan rima tertentu,tradisi
penulisan kwatrin sudah sangat tua ,dan bentuk ini sudah populer sejak zaman
dahulu.kwatrin dijumpai dalam kesusastraan sanskrit lama yang dimulai dari
tahun 1500 SM hingga dalam khazanah sastra persia sekitar abad pertama masehi.
Pantun
adalah sebuah puisi khas melayu yang terdiri atas empat baris .rimanya a-b-a-b
dan dua larik pertama tidak saling terkait dengan dua larik berikutnya dari
segi isi,namun kedua pasangan itu memiliki hubungan bunyi dan irama yang
erat.ada pantun yang dibuat untuk saling memadu kasih yang disebut dengan
pantun berkasih-kasihan,dan ada pula pantun yang isinya jenaka yang disebut
pantun jenaka.
Puisi
konkret merupakan salah satu ciri puisi modern yang menekan pada efisiensi kata
dan menghindari abstraksi .diindonesia puisi ini kerap dirancukan dengan puisi
bebas .bunyi dan suasana terkadang masih dominan ,tetapi unsur-unsur lain
seperti rima dan makna tidak lagi menjadi prasyarat.citraan yang digunakanpun
sifatnya konkret dan berorientasi pada resepsi inderawi..
Dari segi isi ,ada
sajak yang berisi puji-pujian untuk seorang tokoh atau pahlawan ,atau suatu
peristiwa besar .sajak seperti ini disebut ode,selain
itu dekenal juga sebentuk sajak yang biasanya diguratkan pada batu nisan
dimakam seseorang ,yang disebut dengan epitaf.epitaf
kerap berisi pesan atau ajaran moral yang dipetik dari pengalaman orang yang
dimakamkan dibawah nisan tersebut.ada juga puisi yang berisi duka cita atau
rasa sesal akan sesuatu yang sangat berharga atau dikasihi namun yang kini
telah hilang.puisi dengan kandungan seperti ini disebut elegi.
Terakhir
dalam tradisi kesusastraan jawa baru terdapat sebentuk persajakan yang disebut macapat yang lazim digunakan dalam
penulisan babad yaitu kisah sejarah atau kronikel jawa.kemudia kakawin,diamerika dikenal dengan puisi
imajis.
3. Laporan Bagian Buku Bab 3
membahas materi tentang prosa,yang mencangkup: prosa :struktur narasi,
unsur-unsur prosa:tokoh,latar,alur, struktur penceritaan/penuturan.
3.1 Prosa : Struktur Narasi
Semua
teks/karya rekaan yang tidak berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan
sejarah atau sederetan peristiwa .kedalam kelompok ini dapat dimasukan
novel/roman ,cerita pendek ,dongeng ,catatan harian ,(oto)biogarfi
,anekdot,lelucon,epistoler cerita fantastik maupun realistik.
Prosa
narasi bukan lah monopoli karya sastra,melainkan juga ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari ,misal warta berita laporan dalam surat kabar atau lewat
televisi,berita acara ,ataupun sas-sus (Luxemburg dkk.,1984)
3.2 Unsur-Unsur Prosa:Tokoh,Latar,Alur
Unsur-unsur
penting akan membangun cerita,sedangkan unsur-unsur yang tidak atau kurang
penting diperlukan sebagai unsur pendukung,ilustrasi,deskripsi atau sekadar
untuk memperpanjang (misalnya,cerita detektif),agar cerita itu enak dibaca.
Dengan
diambilnya nama Si Lugu sebagai judul dongeng Voltaire,anda tentu telah menduga
bahwa tokoh Si Lugu mempunyai posisi penting dalam karya itu. Tentu saja, untuk
menetapkannya anda harus mengamati terlebih dahulu ,apakah tokoh itu banyak
terlibat dalam jalannya cerita atau apakah sebagai frekuensi penampilannya
lebih dari tokoh-tokoh lain.
Menurut defenisinya ,tokoh adalah individu rekaan
yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita
(sudjiman,1990).disamping tokoh utama (protagonis) ,ada jenis-jenis tokoh lain
,yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis) ,yakni tokoh yang diciptakan
untuk mengimbangi tokoh utama .konflik diantara mereka itulah yang menjadi inti
dan menggerakkan cerita.tokoh-tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut
tokoh bawahan . dalam kisah Bawang Putih dan Bawang Merah misalnya tokoh
utamanya adalah Bawang Putih, tokoh lawan/antagonis adalah ibu tiri dan Bawang
merah. Akibat tindakan ibu tiri dan Bawang Merahlah maka Bawang Putih akan
mengalami peristiwa-peristiwa yang menyedihkan , tetapi kemudian malahan
menguntungkannya.
Selain
tokoh-tokoh dalam narasi terdapat latar, yakni segala keterangan mengenai
waktu,ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.Deskripsi latar
dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskripsi
perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai
metonimia,metafora,atau ekspresi tokohnya(Wellek dan Waren,1989).
Namun
unsur yang juga sangat penting adalah lakuan atau peristiwa, yang membentuk
kerangka cerita (alur utama). Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan
seksama membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan kearah
klimaks dan selesaian (sudjiman ,1990)
Peristiwa-peristiwa
yang menjalinnya ada yang penting untuk jalanya cerita dan ada yang tidak
penting namun saling melengkapi untuk menjadikan kisah itu menarik
.peristiwa-peristiwa penting adalah yang memiliki hubungan sebab akibat (
fungsi utama) dan membentuk kerangkan cerita.tidak selamanya suatu kisah
dijalin dengan peristiwa-peristiwa yang berlangsung dari A-Z,menurut alur kronologis.pengarang dapat saja
memulai ceritanya dari peristiwa x (cerita detektif,misalnya) atau peristiwa G,
misalnya,maka alurnya disebut alau menurut teks.contoh alur sederhana tanpa
rumitan,yang sekaligus juga juga alur utama dan kronologis adalah yang dibuat
berdasarkan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah seperti berikut ini:
·
Meninggalnya
ibu Bawang Putih.
·
Pernikahan
ayah Bawang Putih Dengan janda beranak satu Bawang merah.
·
Perlakuan
jelek ibu tiri terhadap Bawang putih.
·
Hilangnya
pakaian yang sedang dicuci Bawang Putih di sungai.
·
Pencarian
pakaian yang hilang dengan menyusuri sungai.
·
Pertemuan
dengan nenek gaib.
·
Pemberian
labu oleh nenek gaib kepada Bawang Putih.
·
Pembukaan
labu yang berisikan intan permata dirumah Bawang Putih.
·
Kedengkian
dan iri hati Bawang merah terhadap nasib baik saudara tirinya membawanya
kesungai.
·
Pencarian
pakian oleh Bawang Merah.
·
Pertemuan
dengan nenek gaib yang sama.
·
Permintaan
Bawang merah agar diberi hadiah.
·
Pemberian
labu oleh nenek gaib kepada Bawang Merah.
·
Pembukaan
labu yang ternyata berisi reptil yang berbahaya bagi Bawang Merah.
·
Kebahagian
Bawang Putih yang akhirnya Menjadi kaya.
3.3 Struktur
Penceritaan/Penuturan
Suatu
narasi dikisahkan oleh “seseorang” kepada “pendengar”dan dibacakan oleh pembaca
(narrtor,narrateur,implied author,juru kisah) itu membawakan kisahan (narasi)
di atas kertas.ia tidak identik dengan pengarang, yakni manusia yang
benar-benar ada dalam kenyataan.kisahnya,walaupun berdasarkan kenyataan atau
ada kaitannya dengan kenyataan, sebanarnya tidak ada kaitannya dengan kehidupan
sipengarang yang sesungguhnya.kisah itu hanyalah hasil imajinasi pengarangnya
yang memanfaatkan pengalaman hidup dan hasil pengamatan terhadap manusia dan
lingkungan sekitarnya.
Dalam
kisahnya ,pencerita sering menyebut diri “aku” atau “saya”(penceritaan
akuan).penceritaan akuan adalah tokoh dalam ceritanya tetapi tidak selalu tokoh
utama.
Namun
sering kali dalam kisahnya pencerita mengacu kepada tokoh-tokohnya dengan kata ganti orang ketiga, dia atau ia .Penceritaan diaan berada
diluar cerita ( eksternal) .ia hanya menyampaikan suatu kisahan ,tetapi tidak
terlibat didalamnya.
Dalam
menyampaikan kisahanya ,pencerita selalu mengambil posisi dan becerita menurut
suatu sudut pandang (point of view,point de vue). Jika ia “berada” dalam cerita
sebagai tokoh (penceritaan internal ,pandanganya terbatas pada apa yang dapat
diketahui oleh seorang tokoh.namun jika ia berada diluar (pencerita diaan
,eksternal),ia dapat menjadi pencerita mahatahu,yakni
pencerita yang mengetahui maksud dan pikiran semua tokoh serta semua yang
mereka lakukan.semua tokoh dipandang dari dalam (fokalisasi intern).
4.Laporan Bagian Buku Bab
4 membahas materi tentang Drama, yang mencangkup
,Hakikat Drama, Karakteristik, Elemen Drama,dan Sarana Dramatik, Pengkategorian
Drama.
4.1 Hakikat Drama
Terlepas
dari apakah karya drma itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca
saja,pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang
penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan
diantara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung
itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk
pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa
yang dilakukan oleh tokoh. Pengertian umum mengenai karya drama ini mengikuti
batasan sebagaimana pernah dikemukan oleh Sir Jhon Pollock (1958) bahwa “ a
play as a work of art composed of work spoken,of motion performed,by imagined
characters and having a subject,action,develoment, climax and conclusion”.
Tidak
semua karya drama ternyata berkesempatan untuk dipentaskan. Ada sejumlah karya
drama yang sangat populer, yang berkali-kali dipentaskan diberbagai kesempatan
dan diberbagai tempat. Sebaliknya,banyak pula karya drama yang berhenti sebagai
semata-mata bacaan; tanpa pernah dipentaskan sama sekali. Drama yang cenderung
lebih tepat untuk dibaca saja,meskipun secara verbal juga memperlihatkan adanya
cakapan dan petunjuk pemanggungan, lazim disebut sebagai closet drama atau “drama baca”
dalam istilah indonesia.
Sejarah Ringkas
: sebagai istilah,”drama” dan “teater” ini datang atau
kita pinjam dari khazanah kebudayaan barat.secara lebih khusus, asal kedua
istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra diyunani,pada awalnya
,diyunani ini,baik”drama”maupun “teater” muncul dari rangkaian upacara
keagamaan ,suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Istilah “drama” itu
sendiri,seperti dikemukan oleh Boen S. Oemarjati (1971),pada masa Aeschylus
(525-456 SM) satu diantara tiga penyair tragedi yunani sudah menyiratkan makna
‘peristiwa’, ’karangan’, dan ‘risalah’ . Sedangkan istilah “teater” yang berasal
dari “theatron”yang juga merupakan turunan dari kata “theaomai” mengandung
makna ‘dengan takjub melihat atau memandang’ . secara khusus lagi, pada masa
thucydes (471-395 SM) dan Plato ( 428-384 SM), “ taeter” juga dimaksudkan
sebagai ‘gedung pertunjukan,panggung’ , atau ‘publik,auditorium’ pada zaman
Herodotus (490-424 SM), dan ‘karangan tonil’ , sebagaimana disebutkan dalam
kitab perjanjian lama.
Pada
masa awal pertumbuhannya dibarat, sebagai betuk upacara agama,drama
dilakasanakan dilapangan terbuka. Para penonton duduk melingkar atau membentuk
setengah lingkaran,sedangkan upacara dilakukan ditengah lingkaran tersebut.
Sementara pada teater di Yunani khususnya ,tempat penonton berada membentuk
setengah lingkaran yang semakin besar radiusnya,semakin tinggi tempat duduk
penonton bersangkuatan. Bentuk seperti ini dikenal sebagai amphitheater,yang
dibuat sedemikian rupa itu pada zaman itu,sesuai dengan sifat drama dan
merupakan suatu penyiasatan terhadap mutu suara maupun pandangan penonton yang
masih belum terbantu oleh penemuan teknologi pandang-dengar (audio-visual),seperti sekarang ini.
Perkembangan
drama ,pada gilirannya kemudian, memperlihatkan adanya pergeseran dari ritual
keagamaan menuju kepada suatu oratoria, suatu seni berbicara yang
mempertimbangkan intonasi ubtuk mendapatkan efektivitas komunikasi.dari
oratoria ini, kemudian perkembangan memperlihatkan adanya dua kecenderungan
besar.di satu pihak, ada kecenderungan oratoria yang sarat dengan musik sebagai
elemen utamanya, yang hingga kini kita kenal dengan opera dan operet, dan di
pihak lain muncul pula bentuk oratoria yang hanya mengandalkan cakapan atau
dialog sebagai elemen utama seperti yang kini kita kenal sebagai drama.
Dan
sudah barang tentu,bentuk-bentuk teater mengalami perkembangan pula sejajar
dengan perkembangan drama dan perkembangan teknologi pandang-dengar yang ada.
4.2
Karakteristik,Elemen Drama, Dan Sarana Dramatik
Apa
yang disebut sebagai “cakapan” atau “dialog” tidak lain adalah suatu sarana
yang telah disediakan oleh penulisnya agar cerita atau kisah yang ditampilkan
itu nantinya berujud suatu percakapan yang diujarkan oleh para pemain sehingga
pendengar atau penonton (audience) dapat mengikuti alur cerita melalui apa yang
mereka denga.demikian pula dengan “petunjuk pemanggungan” (stage
directions),pada intinya adalah sebuah sarana pemandu yang disediakan oleh penulis
drama untuk memberikan gambaran mengenai tempat, suasana, atmosfer, status
sosial tokoh, dan sebagai nya,yang dapat dilihat secara langsung oleh
penonton.petunjuk pemanggungan ini tentu saja juga berfungsi untuk menuntun
pembaca atau mereka yang akan mementaskan karya drama bersangkutan kedalam
suatu latar tertentu sesuai dengan apa yang diniatkan atau dikehendaki oleh
penulisnya. Kendati demikian, interprestasi bebas terhadap petunjuk
pemanggungan yang ada ,sangat dimungkinkan.
Elemen
Drama,sebagaimana prosa khususnya,pada karya drama pun dapat dijumpai pula
adanya elemen-elemen tokoh,alur,dan kerangka situasi cerita yang saling
menunjang satu sama dengan lainnya.akan tetapi,jika didalam prosa, tokoh-tokoh
yang muncul itu cenderung berhenti dalam imajinasi atau identifikasi subjektif
pembaca saja, tidak demikian halnya yang terjadi pada drama mengingat drama
berkemungkinan untuk melaksanakan interprestasi tokoh-tokoh itu dalam bentuk
konkret.sebagai akibat dari kondisi yang demikian ini ,maka didalam drama,tingkat
kepentingan antara tokoh dengan alur menjadi seimbang.
W.H.
Hudson (1958) mengemukakan adanya dua jalur pendapat ,yaitu (a) alur lebih
dipentingkan,sedangkan tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu,dan
(b) tokoh yang lebih penting,sedangkan alur hanya dipergunakan untuk
mengembangkan tokoh. Dan hudson sendiri,berkenaan dengan hal ini, cenderung
mengatakan bahwa pementingan terhadap tokoh lebih utama dibandingkan dengan
pementingan terhadap alur. Menurutnya, sesuatu cerita akan meninggalkan kesan
yang dalam dan bahkan mungkin “abadi”lantaran penokohan didalam cerita itu
begitu kuat dan meyakinkan dalam menbangun alur cerita. Sementara, apabila alur
saja yang menarik karena kerumitan atau kompleksitas masalahnya,ia cenderung
mengendap sebentar dan segera menguap.
Namun
demikian, tentu banyak pula yang berpendapat bahwa alur lebih penting dari pada
tokoh; tokoh hanyalah subordinat saja dari alur,seperti dikemukan oleh Bernard
Grebanier (1981). Banyaka sekali ahli yang mengatakan bahwa drama yang baik
harus selalu memperlihat adanya konflik atau konflik yang dikatan Hudson ,atau
juga konflik dan oposisi seperti disebutkan Grebanier.adanya konflik-konflik
semacam ini menjadi jelas bagi kita bahwa drama lazimnya akan memberikan kepada
pembaca maupun penontonya”perjalanan” cerita yang dialami oleh konflik-konflik
itu. Dalam istilah Hudson, “perjalan” itu disebut dramatic-line yang secara garis besar adalah: (a)
pemaparan/eksposisi (exsposition); (b)
penggawatan/komplikasi; (c) krisis/klimaks; (d) pelarian/antiklimaks; (e)
penyelesaian.
Sarana
Dramatik, agar tema dalam sebuah drama dapat lebih dipahami dan lebih “hidup”
ketika dipentaskan,sejumlah penulis drama biasa memanfaatkan berbagai sarana
dramatik, yaitu dengan monolog
(monologue), solilokui (soliloquy), dan sampingan
(aside) . yang dimaksud dengan “monolog” adalah sebuah komposisi yang
tertulis –dalam naskah drama-atau yang berbentuk lisan yang menyajikan wacana
satu orang pembicara. Dalam sebuah pementasan, istilah ini menunjuk pada ujaran
yang dilakukan oleh satu tokoh yang biasanya menjelaskan segala sesuatu yang
sudah terjadi.
“solilokui”
sepintas lalu agak mirip dengan monolog dalam hal tampilnya seorang tokoh atau
pemain. Pada solilokui , yang diujarkan atau diucapkan oleh tokoh biasanya
panjang dan isinya merupakan pemikiran subjektif yang ditunjukan kepada
penonton untuk menyarankan hal-hal yang akan terjadi.
“sampingan”
, biasanya memang lebih tampak pada sebuah pementasan, menggambarkan adanya
ujaran yang ditunjukan kepada para penonton.ujaran tersebut sengaja agar tidak
didengar oleh pemain lainnya,karena ujaran yang diucapkan biasanya berisi
pikiran tokoh itu sendiri yang berisi komentar terhadap peristiwa yang tengah
berlangsung. Dalam pementasan, pemain yang mengucapkan ini biasanya mengarahkan
wajahnya atau memalingkan mukanya kearah penonton, dan cenderung menepati
posisi disamping pentas.
4.3
Pengkategorian Drama
Naskah
yang masuk kategori pertama disebut sebagai drama
pentas atau drama saja, dan yang hanya tepat untuk dibaca saja disebut
sebagai drama baca. Karya drama yang
cara pengungkapannya diikat-baik secara ketat maupun longgar-dengan bar ini,
pada kenyataan yang kita hadapi dapat berupa opera atau operet. Yang dimaksud
dengan opera adalah karya drma yang sangat mengutamakan nyanyian dan hampir
keseluruhan adegan dilakukan dengan cara benyanyi ini. Sedangkan operet, yang
sering juga disebut sebagai opera ringan, cara penyajiannya tidak selalu
dinyanyikan tetapi terkadang diseling pula dengan cakapan atau dialog antara
para pemain. Selain itu operet biasanya juga hanya berbentuk drama satu babak.
Berdasarkan
pola sajiannya-yang tentu saja berkaitan erat dengan tema atau alur yang
dibangun –terdapat berbagai –jenis drama. Dari sekian banyak pola sajian drama
yang pernah ada , penenalan terhadap lima buah sajian drama yang populer perlu
dipahami secara sederhana disini.
Kelima
bentuk drama tersebut adalah tragedi,
komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce.
“tragedi” adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan atau
dukacita. “komedi” berakhir dengan suka cita . Didalam membangun kesukacitaan
ini, pengarang karya drama tersebut lebih menumpukan hadirnya gelak tawa
melalui pemilihan diksi atau pilihan kata yang cerdas.karena warna drama ini
penuh gelak tawa, seringkali drama ini disebut drama gelak.sebuah sajian drama
yang mengambungkan tragedi dan komedi disebut dengan “tragikomedi” . Sedangkan
“melodrama” sesungguhnya berdasarkan
dari alur opera yang dicakapkan dengan iringan musik. Atau dapat saja berupa sebuah
pementasan yang ketika tanpa ada cakapan apa pun, emosi dibangun melalui musik.
Dan terakhir adalah “farce” , yang secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah
sajian drama yang bersifat karikatural. Sebagai kisahan, ia bercorak komedi,
tetapi gelak yang muncul itu sendiri ditampilkan melalui ucapan dan perbuatan.
Dalam konteks masa kini, banyak yang menyamakan farce dengan “komedi situasi”
disejumlah tanyangan televisi.
C. KOMENTAR
Buku
membaca sastra, karangan Melani Budianta dkk banyak memberikan sumbangsih
terhadap ilmu pengetahuan terutama kajian sastra. Buku Menbaca Sastra ini dari
sisi bentuk, cukup tebal, cover dan judul buku juga menarik perhatian pembaca
untuk membaca dan memiliki buku ini, selain itu dari segi isi, buku membaca
sastra ini cukup bagus ,meskipun kata yang digunakan dalam buku ini banyak yang
menggunakan kata-kata asing atau kata yang belum dikenal oleh pembaca, terutama
pembaca awal atau pembaca pemula namun penulis telah merancang buku ini
sedemikian rupa dengan melampirkan daftar isitilah yang memperjelaskan kata-kata
yang sulit dicerna itu, dihalaman belakang. Disamping itu dengan terletaknya
daftar istilah dihalaman belakang membuat pembaca kehilangan kosentrasi dalam
membaca karena membaca sambil melihat daftar istilah dihalaman belakang apabila
ditemui kata-kata yang belum dimengerti.
Didalam buku ini penulis memaparkan
defenisi/pengertian berupa gambaran umum/pengantar saja bukan secara langsung
dan spesifik. Jika untuk pembaca yang memiliki IQ tinggi/satandar serta
memiliki tingkat pemahaman yang sangat cepat, sangat cocok membaca buku ini
karena dapat memicu pembaca tersebut untuk berpikir inovatif dan kreatif
mengenai materi yang disajikan buku ini, sebaliknya apabila yang membaca buku
ini dalah adalah pembaca yang IQ nya lemah/ dibawah rata-rata akan merasa
binggung memahami materi tersebut karena defenisinya tidak dijelaskan secara
langsung dan spesifik hanya berupa pengantar atau gambaran umum saja.
Buku Membaca Sastra ini terdiri dari
beberapa bab dan subbab yang tersusun secara sisitematis, bab-bab didalam buku
ini menjelaskan jenis karya sastra seperti puisi,prosa, dan drama namun sebelum
mempelajari jenis karya satra tersebut terlebih dahulu penulis menjelaskan maksud
dari karya sastra itu sendiri yang berupa apa itu sastra, sastra: antara
konvensi dan Inovasi , fungsi sastra, produksi dan reproduksi sastra. Sehingga pengetahuan pembaca sebelum memahami
jenis karya sastra telah dibelakali dengan pengetahuan atau pemahaman yang
dimaksud karya sastra itu sendiri. Subbab yang dijelaskan buku ini juga demikian
tersusun secara sistematis yang mana penulis menjelaskan dari pengatar,konsep
dan defenisi, sampai akhirnya bagian-bagian materi yang dijabarkan.
Buku melani budianta ini juga terdapat
catatan untuk pengajar ,sehingga memudahkan calon pengajar dan pengajar untuk
merealisasikan ilmunya kepada peserta didik dan orang disekitarnya. Namun buku
ini hanya beroreantasikan untuk mahasiswa dan pengajar saja bukan untuk semua
kalangan. Buku ini memiliki keistimewaan yang mana buku ini terdapat lampiran
yang memuat beberapa karya sastra seperti Robohnya Surau Kami, Clara, Surat
Kepada Anak-Anak Yang Memilih Untuk Diam Dalam Kepatuhan, Tanah Sang Raksasa,
Pakaian Dan Kepalsuan, hal ini membuat pembaca terasa mendapatkan bonus bacaan
dan juga memahami bahwa sastra itu sungguh indah.
Rujukan pembanding 1 dari buku yang saya
laporkan adalah buku “Anotomi Sastra”buku ini dikarang oleh S.M Atar Semi, hak
cipta buku ini dilindungi oleh Undang-Undang All Rigth Reserved. Di terbitkan
pertama kali oleh Penerbit Angkasa Raya Padang 1988 yang merupakan anggota
IKAPI, kota terbit buku ini adalah padang, buku ini merupakan cetakan ke 2,
dengan tebal buku 264 halaman. Dilihat dari isi bukunya terdiri atas lima bab
dan terdapat kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subbab materi yang
akan dijabarkan, Kemudian daftar
pustaka/rujukan. Dalam buku S.M Atar Semi ( Anatomi sastra) jika penulis
bandingkan dengan buku Melani dkk ( Membaca Sastra) secara umum ,buku S.M Atar
semi ini, jika dilihat dari “Teknik pembelajaran Sastranya” buku ini memaparkan
secara langsung defenisi dari satra , fiksi, puisi, drama, sehingga dalam hal
ini siswa tidak begitu terobsesi mencari tau apa itu satra, fiksi, puisi, dan drama karena pemamaparan
defenisinya sudah jelas sehingga terjadi teknik penghapalan bukan
memahami,menganalisis, mengamati dan juga membandingkan selain itu mahasiswa
tidak dituntut untuk berpikir inovatif dan kreatif mahasiswa hanya dituntut
untuk mengerti apa yang sudah dijelaskan oleh buku.contohnya pada setiap bab
buku ini yang mengurai materi Konsep
Seni Sastra, Anatomi Fiksi, Anotomi Puisi, Anatomi Drama, pada setiap akhir bab
terdapat pertanyaan diskusi dan pemahaman, yang isi pertanyaan tersebut adalah
materi yang sudah dijabarkan oleh buku, tanpa disadari hal tersebut akan
membuat seorang mahasiswa enggan mencari tau lebih dalam lagi mengenai materi
yang dipelajari,apabila ada tugas seputar pertanyaan dan pemahaman cukup buka
buku dan punya buka, tidak perlu memahaminya terlalu jauh karena jawabannya
sudah tertera didalam buku.
Kita bandingkan dengan buku Melani dkk , yang
konsep dan definisinya hanya gambaran umum atau seputar pengatar , untuk kita
berpikir apa itu satra, apa itu puisi, apa itu prosa, dan apa itu drama, tanpa
disadari hal ini lah yang membuat kita mengembangkan gagasan/ide kita mengenai
materi tersebut, bukan hanya tepaku apa yang dijelaskan/dipaparkan oleh buku
saja. Kita pun dituntut memahami, menganalisis, membandingkan serta mengamati
Satra dan jenis karyanya. contohnya pada setiap bab ada contoh karya sastra,
pada bab 1 pembaca diminta untuk untuk membandingkan dan memahami teks karya
sastra dengan teks yang bukan karya sastra, pada bab 2 pembaca diminta
menganalisis pola dalam sajak gaya
bahasa dalam sajak, dan suasana yang terdapat dalam sajak, pada bab 3 pembaca diminta mengamati dan menganalisis unsur-unsur
penting dalam cerpen, pada bab 4 pembaca diminta menganalisis sebuah karya drama yang ditonton
atau disaksikan.
Rujukan
pembanding 2 adalah tentang
sastra yaitu berjudul “Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra” . Buku ini
dikarang oleh Suyatno. Penerbitnya adalah SIC. Dan merupakan Cetakan pertama
pada tahun 2004. Ketebalan bukunya 153 halaman, terdapat kata pengantar
penulis, daftar isi, bab dan subbab materi yang akan dijabarkan. Kemudian
daftar pustaka/rujukan. buku Suyatno yang berjudul teknik pembelajaran bahasa
dan sastra ini jika penulis bandingkan dengan buku Membaca Sastra karangan
melani dkk dari segi bentuk, berdasarkan ketebalan buku suyatno lebih tipis
dibandingkan buku Melani dkk yaitu buku suyatno terdiri dari 153 halaman
sedangkan melani dkk 256 halaman. Dan dari segi isi buku suyatno ini sama
dengan buku melani dkk, terdiri dari kata pengantar penulis, daftar isi, bab
dan subbab yang dijabarkan hanya saja dibuku suyatno tidak terdapat halaman
istilah dan lampiran. Berdasarkan teknik pembelajarannya sastranya”siswa tidak
diajarkan materi dasar tentang apa itu puisi seperti defenisi, karakteristik
dan jenisnya. Didalam buku suyatno ini siswa langsung diajarkan tujuan dn cara
menerapkan. Sehingga pembaca tidak begitu memahami secara mendalam mengenai pa
itu puisi dan drama mereka hanya tahu cara mempraktikannya dan juga tujuan
mempraktikannya bukan pemahaman mengenai apa itu puisi, dan apa itu drama atau
tahu paraktik tapi tidak tahu teori. Didalam buku suyatno ini pertama siswa diajarkan mengenai sub bab
“baca puisi secara serempak” dalam hal ini siswa hanya diajarkan tujuan membaca
puisi serempak dan cara mempraktikan baca puisi serempak. Kedua penulis
menjelaskan, siswa diajarkan “baca puisi secara individu” dalam hal ini penulis
juga menjelaskan tujuan baca puisi individu, alat yang digunakan dalam baca
puisi individu, dan juga cara mempraktikannya.ketiga penulis menjelaskan
tentang “melagukan puisi” sama seperti subbab sebelumnya ,yang dibahas disini
juga berupa tujuan melagukan puisi, alat yang diperlukan dan menerapkannya
dalam melagukan puisi.keempat penulis menjelaskan, pengajar menjelaskan kepada
siswanya tujuan, alat yang digunakan dan cara
“memerankan puisi”. Kelima mengenai “menarasikan puisi” penulis
menjelaskan, pengajar mengajarkan kepada siswanya mengenai alat yang digunakan
dan menerapkannya dalam pembelajaran puisi. Keenam penulis menjelaskan materi
mengenai “mengganti puisi” yang mana pengajar menjelaskan kepada siswanya
tentang tujuan dan alat yang digunakan dalam mengganti puisi. Ketujuh “menulis
puisi berdasarkan lamunan” penulis menjelaskan, pengajar menjelaskan kepada
siswa mengenai tujuan, alat yang digunakan dan cara menerapkan menulis puisi
berdasarkan lamunan. Kedelapan disini penulis menjelaskan materi mengenai
“menulis puisi berdasarkan gambar” pengajar menjelaskan kepada siswa mengenai
tentang tujuan, alat yang digunakan dan cara menerapkan menulis puisi
berdasarkan gambar. Kesembilan penulis menjelaskan materi “ menulis puisi
berdasarkan cerita” yang mana pengajar menjelaskan tujuan alat yang digunakan
dan cara menerapkannya dalam menulis puisi berdasarkan cerita. Kesepuluh penulis
menjelaskan materi mengenai “meneruskan puisi“ yang mana penulis menjelaskan
pengajar mengajarkan kepada siswanya mengenai tentang tujuan,alat yang
digunakan dan cara menerapkan meneruskan puisi. Kesebelas , penulis menjelaskan
materi mengenai ‘mengawali puisi“ disini pengajar menjelaskan kepada siswanya
mengenai tentang tujuan,dan alat yang digunakan serta cara menerakan mengawali
puisi. Kedua belas, penulis menjelaskan materi mengenai “ baca puisi
berpasangan” yang mana pengajar menjelaskan kepada siswanya mengenai tentang
baca puisi berpasangan.
D. PENUTUP
Buku “Membaca Sastra” karangan Melani
dkk.ini sangat bagus dibaca oleh kalangan guru dan mahasiswa FKIP (Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dari program studi mana saja, yang lebih khusus
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni pada prodi Bahasa Indonesia dan juga
bagi guru, dosen. Banyak pengetahuan yang bisa diambil dari buku ini khususnya
bagi guru yang sudah mengajar. Sangat bermanfaat untuk dijadikan
catatan-catatan penting agar terlatih dalam mempraktikan ilmu sastranya. Karena
dalam ilmu sastra seperti puisi, drama dan lain sebagainya sangat banyak
dipertunjukkan kepada khalayak ramai. Ketika pembacaan puisi misalnya, jika
mahasiswa/siswanya berhasil membaca puisi dengan ekspresi
,intonasi,jeda,gerak-gerik yang baik didepan khalayak umum, pengajarnya berarti
berhasil mengajarkan puisi baik secara materi dan praktiknya bukan itu saja
dapat mengharumkan nama mahasiswa/siswa itu sendiri serta guru dan dosen (pengajar
pada bidang studi tersebut), akan tetapi sebaliknya jika pembacaan puisi itu
jelek, tidak menggunakan ekspresi,intonasi jeda gerak-gerik yang pas maka akan
gagal guru/dosen itu mengaplikasikan ilmu nya kepada mahasiswa/siswa,siswapun
akan dianggap kurang memahami terhadap kajian tersebut. Buku ini juga
bermanfaat bagi khalayak umum, apalagi jika pembacanya yang berbakat pada
bidang seni dan sastra.Banyak hal yang dapat dipelajari dan ditimba ilmunya
dari buku ini. Seperti halnya bagi seseorang yang punya bakat/hobi bermain
teater/drama. Dalam buku ini sudah ada cara bagaimana langkah awal bermain
drama yang baik sehingga menghasilkan kesuksesan. Bagi bapak-bapak/ibu-ibu,
khususnya ibu rumah tangga yang ingin mengajarkan anaknya berseni dan bersastra
sangat bagus membaca buku ini. Sambil mengajari anak-anaknya pelajaran yang
lain, ibu-ibu tersebut boleh mengajari anak-anaknya berlatih drama, puisi dan
membuat cerita. Apalagi anak tersebut sudah kelihatan bakat dan kehobiannya
bersastra. Sangat bagus untuk dibimbing, Selain dapat bimbingan di sekolah, di
rumah juga bisa dibimbing sehingga mereka menjadi mahir dalam praktiknya di
lapangan. Buku ini sangat bagus dan isi di dalamnya sangat bermanfaat bagi
pembaca. Akan tetapi Saya sebagai penulis laporan bacaan ini sangat
mengharapkan dalam menjelaskan uraian panjang lebar tentang materi bab dan
subbabnya. Selain itu kalimat atau bahasa yang digunakan jangan terlalu sulit
untuk dimengerti atau tidak begitu banyak mebuat kata istilah karena hal ini
akan membuat kebinggungan untuk pembaca yang IQ nya lemah, meskipun pada halaman belakang sudah ada
daftar istilahnya, hal itu akan membuat repot pembaca karena membaca sambil
melihat daftar istilah dihalaman belakang. Buku ini dalam menjabarkan
defenisinynya sudah bagus karena mahasiswa lebih dituntut aktif, baik itu
memahami, mengamati, menganalisis,
membandingkan, apa yang dipelajari, tetapi hendaknya defenisi dijabarkan
secara spesifik karena untuk pembaca yang memiliki kemampuan rata-rata /IQ
lemah bingung mencernakan defenisi yang berupa gambaran umum/pengantar untuk
berpikir mengenai defenisi.
DAFTAR PUSTAKA
Budianta, Melani dkk. 2003. Membaca Sastra: Pengantar
Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi. Depok: Indonesia Tera
Antar, Semi S.M.1998 . Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya
Padang
Suyatno.2004. teknik pembelajaran bahasa dan sastra. Jakarta : SIC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar