Kamis, 08 Januari 2015

LAPORAN BACAAN



TEORI SASTRA
“LAPORAN BACAAN”
(BOOK REPORT)

MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)
Dosen Pengampu : Muhibul Fahmi S.Pd


OLEH:
Rini Delmasari
13020211049
           
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
YAYASAN PENDIDIKAN MERANGIN
TAHUN 2013


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Swt. yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan bacaan buku Membaca Sastra. Penulisan laporan bacaan ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Teori Sastra.
Dalam Penulisan laporan ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan bacaan ini.
Dalam penulisan laporan bacaan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan bacaan ini, khususnya kepada Bapak Muhibul Fahmi,S.PD sebagai dosen pembina pada mata kuliah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan dan penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Terima kasih.
                                                                                               Bangko,   Oktober  2013                                                                                                                 
                                                                                                           Penulis













DAFTAR ISI


Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
A. Pendahuluan................................................................................................... 1
B. Laporan Bagian Buku.................................................................................... 2
1.      Laporan Bagian Buku Bab I Sastra....................................................... 2
2.      Laporan Bagian Buku Bab II Puisi........................................................ 5
3.      Laporan Bagian Buku Bab III Prosa..................................................... 9
4.      Laporan Bagian Buku Bab IV Drama................................................... 11
C. Komentar........................................................................................................ 15
Buku Pembanding I............................................................................... 17
Buku Pembanding II.............................................................................. 18
D. Penutup........................................................................................................... 20
Daftar Pustaka..................................................................................................... 21












Laporan Bacaan

A.Pendahuluan
Penulis melaporkan buku yang berjudul “Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)”buku ini ditulis oleh Melani Budianta,Ida Sundari Husen,Manneke Budiman,Wahyudi. Penerbit buku ini adalah Indonesia Tera yang merupakan anggota IKAPI. Buku ini diterbitkan pada tahun 2008 pada bulan september dan merupakan cetakan keempat, cetakan pertama pada bulan september 2002, cetakan kedua pada bulan september 2003, cetakan ketiga pada bulan mei 2006. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang (All Rights reserved).Sampul Buku ini dirancang oleh Andre. Tempat penerbitan buku ini di Magelang dan diterbitkan oleh Indonesia Tera.
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) buku ini:
Budianta,Melani,dkk.
Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)
Magelang:Indonesia Tera
ISBN: 978-775-068
Tebal buku ini x+ 256 halaman termasuk halaman cover, indentitas buku, kata pengantar, daftar isi , daftar pustaka, daftar istilah, lampiran, biodata penulis.
Garis besar isi buku ini adalah Kata Penagantar yang berisikan tentang hasil kerja sama dalam membentuk sebuah karya yang ditulis oleh sebuah tim yang dibentuk jurusan kesusastraan,fakultas ilmu pengeathuan budaya, Universitas Indonesia, dan penulis  berharap agar para pembaca (mahasiswa) diberbagai jurusan dan program studi memiliki keahlian dan pengetahuan yang cukup baik dalam memahami materi-materi yang disajikan buku tersebut dan juga memiliki kemamampuan setara setelah menyelesai mata kuliah yang bersangkutan. Kemudian penulis berharap kritikan beserta saran untuk penyempurnaan buku dalam segala aspek, penyempurnaan dalam segala ospek itu akan terus dilakukan,sesuai dengan semangatnya, buku ini memang disusun untuk selalu dapat disesuaikan dengan perkembangan pengajaran kesusastraan dari masa ke masa. kemudian Daftar Isi yang berisikan judul-judul dan subjudul-subjudul pada setiap bab dan sudah disediakan halaman judulnya. Berikutnya terdapat halaman bab, dari halaman 3—23 berisikan tentang Sastra yang terdiri dari sub-sub bab ; Sastra itu Apa?  Terdapat pada halaman 3-12, Sastra: Antara Konvensi dan Inovasi terdapat pada halaman 13-18, Fungsi Sastra terdapat pada halaman 19-22, Produksi dan Reproduksi Sastra terdapat pada halaman 23-30. Dan pada  halaman 31—58 berisikan materi tentang Puisi yang terdiri dari sub-sub bab; Puisi itu Apa? Terdapat pada halaman 31-38, Unsur-unsur Pembangun Puisi terdapat pada halaman  39-57, Aneka Ragam Puisi terdapat pada halaman 58-76. Kemudian dari halaman 77—89 berisikan materi mengenai Prosa yang terdiri dari sub-sub bab; Prosa: Struktur Narasi, terdapat pada halaman 77-84, Unsur-unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur terdapat pada halaman 85-88 Struktur Penceritaan/Penuturan terdapat pada halaman89-94. Seterusnya membahas materi mengenai Drama terdapat pada halaman 95—111 yang terdiri dari sub-sub bab; Hakikat Drama terdapat pada halaman 95-103, Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik terdapat pada halaman 104-110, Pengkategorian Drama terdapat pada halaman111-118. dari halaman 119—156 berisikan Catatan Untuk Pengajar ; Catatan untuk Pengajar Sastra, Catatan untuk Pengajar Puisi, Catatan untuk Pengajar Prosa, Catatan untuk Pengajar Drama. Serta Daftar Pustaka yang berisikan rujukan-rujukan bagi penulis dalam menulis karyanya.selanjutnya terdapat, Daftar Istilah yang berisikan tentang kata-kata sulit yang harus dijelaskan dalam daftar tersebut, sehingga pembaca mudah memahami kata-kata tersebut. Kemudian terdapat juga Lampiran yang berisikan hasil karya-karya para penulis seperti Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis, Clara karya Seno Gumira Ajidarma, Surat Kepada Anak-Anak yang Memilih untuk Diam dalam Kepatuhan karya Karlina Leksono-Supelli, Tanah Sang Raksasa karya Dwi Setyawan, Pakaian dan Kepalsuan karya Achdiat K. Miharadja. Dan yang terakhir, Biodata Penulis yang berisikan tentang pendidikan dan karya-karyanya yang sudah berhasil ditulisnya.

B.  LAPORAN BAGIAN BUKU
1.Laporan Bagian Buku Bab 1 membahas materi tentang, sastra,mencangkup sastra itu apa halaman , Sastra:antara konvensi dan inovasi  ,fungsi sastra ,produksi dan reproduksi sastra.
1.1 Sastra Itu Apa?
Kalau ada yang bertanya “karya sastra itu apa”,kira-kira apa jawabanya?barangkali anda langsung ingat sederetan nama pengarang dan karyanya yang harus dihafalkan waktu belajar disekolah menengah .atau anda ingat sejumlah kalimat dengan gaya bahasa yang berbunga-bunga.tapi ada suatu cara yang lebih membantu kita dalam memahami karya sastra ,yaitu melalui pembadingan dengan teks yang “bukan”karya sastra. Perbedaan pengalaman membaca teks yang berbeda itu menunjukan apa yang bisa anda dapatkan ketika membaca suatu karya sastra,dibandingkan dengan membaca pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual, berita, atau juga opini.
Danziger dan johnson (1961) melihat sastra sebagai suatu “seni bahasa”,yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. (dalam hal ini bisa dibandingkan dengan seni musik .yang mengolah bunyi ;seni tari yang mengolah gerak dan seni rupa yang mengolah bentuk dan warna). Daiches (1964)mengacu pada aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain”. yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya.
Bahasa yang dipakai dalam artikel dimedia massa menekan hal-hal yang bersifat teknis,seperti data, fakta sumber primer, bukti, dan contoh.sedangkan cuplikan cerpen menggambarkan nuansa-nuasa perasaan dan pikiran yang tidak bisa diwakili oleh angka dan statistik
1.2 Sastra: Antara konvensi dan Inovasi
Puisi yang ditulis dalam bait dan baris aturan itu disebut konvensi yakni suatu kesepakatan yang sudah diterima orang banyak dan sudah menjadi tradisi.artinya,kebiasaan itu dilakukan orang secara terus-menerus dari waktu ke waktu.satra berkaitan dengan konvensi semacam itu artinya,apabila anda mau menulis sebuah puisi.
Sastra selalu berubah dari zaman-ke zaman .pada zaman dulu,orang melayu mengenal pantun.pada zaman modern,pantun masih banyak dipakai orang ,namun selain pantun ,ada sajak dengan bentuk-bentuk lain yang lebih bebas dan bervariasi.perubahan itu terjadi karena sastrawan yang kreatif salalu mencari hal-hal yang baru yang mengubah konvensi atau aturan yang ada.sajak yang tidak memakai rima atau persamaan bunyi dan juga  tidak mempunyai irama yang teratur seperti pada konvensi sajak yang klasik.pada awalnya sajak yang seperti itu mengejutkan para pembacanya.tetapi lama-kelamaan bentuk seperti itu sudah dianggap biasa dan menjadi suatu konvensi yang diterima masyarakat.
Ada jenis-jenis sastra yang berkaitan dengan ritual keagaamaan tertentu seperti qasidah dalam agama islam .di amerika serikat ,pada zaman puritan ,yang dianggap sebagai sastra adalah teks-teks yang bernuansa religius dan mempunyai fungsi jelas dalam pembinaan iman.sastra yang bersifat “menghibur” belaka dianggap maksiat.secara umum konvensi yang paling dasar adalah penggolongan jenis-jenis teks sastra menjadi tiga ,yakni genre .prosa,puisi,dan drama.masing-masing genre masih bisa dibagi sub-sub genre lagi.tetapi sekali lagi ,konvensi yang berlaku disuatu masyarakat tertentu pada waktu tertentu menentukan klafikasi semacam ini .seperti sudah disebut tadi diamerika,”esai”seringkali dimasukan sebagai teks sastra dibawah genre  prosa.masih ada lagi pembagian kelompok sastra tradisional dan sastra modern,sastra lisan dan sastra tulis ,sastra daerah dan sastra nasional.
1.3 Fungsi Sastra
seorang pemikir Romawi, Horatius,mengemukakan istilah dulce et utile, dalam tulisanya berjudul ars poetica.artinya,sastra mempunyai fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya.
Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan ,memberikan makna terhadap kehidupan (kematian,kesengsaraan,maupun kegembiraan)atau memberikan pelepasan kedunia imajinasi. karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk.ada pesan yang sangat jelas disampaikan ada pula yang bersifat tersirat secara halus.karya sastra juga dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang ditangkap sang pengarang terhadap lingkungan disekitarnya.dapat diibaratkan sebagai “potret” atau “sketsa” kehidupan tetapi,”potret”itu tentu berbeda dengan cermin ,karena sebagai kreasi manusia ,didalam sastra terdapat pendapat dan pandangan penulisnya ,dari mana dan bagaimana ia melihat kehidupan tersebut :gagasan-gagasan yang muncul ketika mengambarkan karya sastra itu dapat membentuk pandangan orang tentang kehidupan
Fungsi sastra dari zaman ke zaman sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya.sastra lisan mempunyai fungsi sosial yang jelas dalam masyarakat tradisional sebagai bagian dari ritual,seperti ritual berbalas pantun untuk mengantar pengantin diberbagai kelompok adat diindonesia ,atau sebagai mantra penolak hujan dan penolak bala.
1.4 Produksi dan Reproduksi Sastra
Proses penciptaan (produksi karya sastra) serta penyebaran dan penggandaanya (reproduksi) sastra melibatkan berbagai macam pehak.yang pertama adalah pencipta karya sastra .yakni pengarang yang berdasarkan kreativitas,imajinasi,dan kerjanya.menuliskan atau menciptakan suatu karya.pada zaman sebelum adanya percetakan karya sastra masih berbentuk manuskrip.
Pada zaman sesudah publikasi karyan secara massal ,muncul sebuah lembaga yang disebut penerbit.penerbit menjadi perantara bagi pengarang untuk memasarkan karyanya  kepada masyarakat pembaca . Penerbit mencetak karya pengarang dalam jumlah benyak dan kemudian menjualnya melalui tokoh-tokoh buku.
Ada lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam menyebarkan karya sastra,seperti komonitas sastra, seperti komunitas sastra, lembaga pendidikan, dan lembaga –lembaga yang mengayomi kegiatan sastra.
Pada masa kini lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah sampai universitas mempunyai peran dalam menyiapkan pembaca untuk menikmati karya sastra. Kritikus, atau pembaca yang mempunyai kemampuan untuk menilai karya sastra secara kritis, mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan mutu karya sastra dengan memberikan penilaian atas karya sastra yang dihasilkan. Kritikus juga berperan untuk menjelaskan dan meningkat apresiasi masyarkat terhadap karya sastra.
Semua pihak yang terkait dalam produksi dan reproduksi karya sastra diatas sangat menentukan perkembangan kesusastraan di tempat tertentu dan zaman tertentu. Pihak-pihak dapat juga membuat hambatan –hambatan utuk mengekang dan menyonsor karya sastra yang dianggap kurang bagus,tidak sesuai norma dan nilai yang dianut masyarkat tertentu, dan oleh karenanya membahayakan.
Sifat karya sastra yang terbuka untuk interpretasi,khalayak pembaca dari berbagai kelompok, misalnya yang mewakili adat dan tradisi tertentu ,agama atau kelompok tertentu ,bisa memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang karya sastra tertentu,dan menyikapi karya sastra tersebut sesuai dengan pandangan dan gagasan mereka. 
2. Laporan Bagian Buku Bab 2 membahas materi tentang puisi,yang mencangkup,puisi itu apa,unsur-unsur pembangun puisi,struktur penceritaan/penuturan.
2.1 Puisi Itu Apa
Kehidupan sehari-hari kaya dengan berbagai ekspresi puitis yang tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan berpuisi atau bersastra.apabila kita menggunakan ungkapan “mata keranjang”untuk menyebut seseorang yang mudah terpikat kepada perempuan-perempuan yang dilihatnya sesungguhnya kita sedang menggunakan ekspresi puitis.”mata keranjang”adalah sebuah gaya bahasa yang menggunakan sebuah ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang lain.tujuannya untuk memperjelas maksud yang disamapaikan.
Ada pula puisi yang tidak memiliki unsur puitis yang kuat dan terkesan sebagai ujaran sehari-hari yang non puitis seperti sajak Yudhistira ANM Massardi berjudul “Sajak Sikat Gigi” .kemudian segaja disusun dalam bentuk prosais.
2.2 Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Dari zaman kezaman ada berbagai pandangan tentang pengertian puisi .barang kali pandangan yang paling memberikan tekanan pada unsur bahasa dalam sebuah puisi adalah yang berasal dari ahli-ahli linguistik modern yang meminati sastra,yang mengemukakan bahwa puisi menjadi khas karena sebagai teks ia menarik perhatian pembaca kepada teks itu sendiri,dan bukan kepada pengarangnya,atau kenyataan yang diacunya atau pembacanya .
Horatius ,seorang kritikus romawi ,mensyaratkan dua hal bagi puisi yaitu puisi harus indah dan menghibur(dulce) ,namun pada saat yang sama puisi juga harus berguna dan mengajarkan sesuatu (utile).William wordsworth,penyair romantik inggris ,memahami puisi sebagai suatu luapan spontan dari perasaan-perasan yang kuat.Roman Jacobson ,seorang ahli linguistik dari perancis ,menekan kan pada fungsi puintik(poetic function)teks ,yakni sebuah fungsi yang mengarahkan segenap upaya dan perhatian pada unsur-unsur teks itu sendiri.
Secara konvensional ,sebuah puisi biasanya menggunakan beberapa atau salah satu dominan untuk membangun makna .gaya bahasa metafora dan simile.Metafora adalah sebuah kata atau ungkapan yang makna bersifat kiasan ,dan bukan harfiah karena ia berfung menjelaskan sebuah konsep contohnya ”dewi bulan”.Simile kurang lebih memiliki fungsi yang sama dengan metafora ,yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain namun yang masih memiliki kesamaan-kesamaan tertentu.simile hadir ,misalnya dalam ungkapan seperti “senyummu semanis gula”atau nusantara ,tanah yang indah bagai permata “.Personifikasi adalah gaya bahasa lain yang cukup populer dalam puisi.dengan gaya bahasa ini ,benda benda mati seolah-olah bernyawa dan melakukan sesuatu menjadi manusiawi.Metonimi selalu memiliki hubungan kedekatan dengan hal yang diwakilinya dalam ungkapan .hubungan yang dibangunya adalah sebab akibat.demikian pula dengan ,persamaan bunyi atau rima  ,juga kerap menjadi penanda kekhasan teks puisi,penting diperhatikan tidak semua puisi memanfaatkan rima sebagai salah satu unsur pembangun makna atau suasana.
Ada kalanya bunyi-bunyi atau kata-kata tertentu diulang beberapa kali untuk menegaskan makna.repetisi atau pengulangan semacam itu dapat dikatakan sajak.
Tentu saja dari semua perangkat penbangun puisi yang ada bentuk, adalah penanda yang paling jelas .didalam tradisinya ,puisi tidak rertulis secara prosais ,yang membujur dari pias kiri ke pias kanan kertas.pemenggalan kalimat-kalimat juga tidak sesuai kaidah kebahasaan .bersama-sama dengan permainan bunyi dan berbagai gaya bahasa yang ada ,bentuk turut membangun makna atau suasana tertentu.ada juga puisi yang ditulis dengan gaya prosa sajak “dikebun binatang” karya Sapardi Djoko Damono ia memperlihatkan gaya narasi yang lazim digunakan dalam teks prosa.
Akhirnya ,patut dicatat bahwa konvensi puisi selalu berubah dari masa ke masa di berbagai tempat yang berbeda .namun oleh wellek dan warren ,fungsi puisi pada akhirnya adalah setia pada diri sendiri .dengan kata lain kita tahu bahwa kita sedang menghadapi sebuah puisi ketika yang menjadi acuanya adalah teks itu sendiri ,dan bukan pengarangnya ,atau pembacanya atau masyarakat dan zamannya.
2.3 Aneka Ragam Puisi
Banyak orang meyakini bahwa puisi tertua adalah mantra,yang merupakan bagian penting ritual-ritual masa lampau.kekhasan matra terletak pada pengulangan-pengulangan bunyi serta efek yang dihasilkan pada pendengar .konon matra punya fungsi magis ,yakni mampu mengusir roh jahat atau bala ,dan menghubungkan manusia dengan alam supranatural.didalam mantra bunyi lebih penting daripada makna .itulah sebabnya mengapa mantra diatas tidak membangun suatu makna yang utuh dan dapat dicerna ,namun lebih mengutamakan pengulangan bunyi-bunyi tertentu.
Pada zaman pertengahan di eropa ,dan juga pada beberapa periode setelah zaman tersebut ,puisi dinyanyikan oleh para troubadour (pelipur lara) serta penyair istana.isinya biasanya mengisahkan tentang hikayat para pahlawan dan percintaan.diindonesia tradisi serupa juga dapat dijumpai,khususnya dalam tradisi kesustraan melayu.
Dari segi ungkapan puisi dapat dikategorikan dalam lirik dan epik .puisi lirik banyak mengekplorasi subjektivitas dan individualitas aku lirik dalam sajak.biasanya puisi lirik lebih mengutamakan suasana daripada tema ,dan makna kerap perlu dipahami dalam kaitan dengan suasana batin tertentu yang hendak dibangun daripada dengan pesan-pesan moral.dilain pihak epik banyak menggunakan kisahan dan lebih bergaya prosais sambil tetap mempertahankan unsur-unsur puitik yang umum dijumpai dalam puisi seperti rima kesamaan jumlah ketukan ,dan semacamnya.oleh sebab itu ,epik juga kerap disebut dengan sajak naratif .isinya pada umunya tantang pertualangan atau perjalanan seorang pahlawan atau tokoh,serta berbagai kegiatan luhur yang dilakukannya
Dari segi bentuk ,secara garis besar dapatdisebutkan adanyasajak-sajak yang bentuk terikat,seperti soneta,kwatrin,dan pantun,dan sebagainya serta sajak-sajak berbentuk bebas.soneta biasanya terdiri atas empatbelas larik dengan pola irama tertentu. Sedangkan kwatrin adalah sebait sajak yang terdiri atas empat larik dengan rima tertentu,tradisi penulisan kwatrin sudah sangat tua ,dan bentuk ini sudah populer sejak zaman dahulu.kwatrin dijumpai dalam kesusastraan sanskrit lama yang dimulai dari tahun 1500 SM hingga dalam khazanah sastra persia sekitar abad pertama masehi.
Pantun adalah sebuah puisi khas melayu yang terdiri atas empat baris .rimanya a-b-a-b dan dua larik pertama tidak saling terkait dengan dua larik berikutnya dari segi isi,namun kedua pasangan itu memiliki hubungan bunyi dan irama yang erat.ada pantun yang dibuat untuk saling memadu kasih yang disebut dengan pantun berkasih-kasihan,dan ada pula pantun yang isinya jenaka yang disebut pantun jenaka.
Puisi konkret merupakan salah satu ciri puisi modern yang menekan pada efisiensi kata dan menghindari abstraksi .diindonesia puisi ini kerap dirancukan dengan puisi bebas .bunyi dan suasana terkadang masih dominan ,tetapi unsur-unsur lain seperti rima dan makna tidak lagi menjadi prasyarat.citraan yang digunakanpun sifatnya konkret dan berorientasi pada resepsi inderawi..
Dari segi isi ,ada sajak yang berisi puji-pujian untuk seorang tokoh atau pahlawan ,atau suatu peristiwa besar .sajak seperti ini disebut ode,selain itu dekenal juga sebentuk sajak yang biasanya diguratkan pada batu nisan dimakam seseorang ,yang disebut dengan epitaf.epitaf kerap berisi pesan atau ajaran moral yang dipetik dari pengalaman orang yang dimakamkan dibawah nisan tersebut.ada juga puisi yang berisi duka cita atau rasa sesal akan sesuatu yang sangat berharga atau dikasihi namun yang kini telah hilang.puisi dengan kandungan seperti ini disebut elegi.
Terakhir dalam tradisi kesusastraan jawa baru terdapat sebentuk persajakan yang disebut macapat yang lazim digunakan dalam penulisan babad yaitu kisah sejarah atau kronikel jawa.kemudia kakawin,diamerika dikenal dengan puisi imajis.
3. Laporan Bagian Buku Bab 3 membahas materi tentang prosa,yang mencangkup: prosa :struktur narasi, unsur-unsur prosa:tokoh,latar,alur, struktur penceritaan/penuturan.
3.1 Prosa : Struktur Narasi
Semua teks/karya rekaan yang tidak berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan sejarah atau sederetan peristiwa .kedalam kelompok ini dapat dimasukan novel/roman ,cerita pendek ,dongeng ,catatan harian ,(oto)biogarfi ,anekdot,lelucon,epistoler cerita fantastik maupun realistik.
Prosa narasi bukan lah monopoli karya sastra,melainkan juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ,misal warta berita laporan dalam surat kabar atau lewat televisi,berita acara ,ataupun sas-sus (Luxemburg dkk.,1984)
3.2 Unsur-Unsur Prosa:Tokoh,Latar,Alur
Unsur-unsur penting akan membangun cerita,sedangkan unsur-unsur yang tidak atau kurang penting diperlukan sebagai unsur pendukung,ilustrasi,deskripsi atau sekadar untuk memperpanjang (misalnya,cerita detektif),agar cerita itu enak dibaca.
Dengan diambilnya nama Si Lugu sebagai judul dongeng Voltaire,anda tentu telah menduga bahwa tokoh Si Lugu mempunyai posisi penting dalam karya itu. Tentu saja, untuk menetapkannya anda harus mengamati terlebih dahulu ,apakah tokoh itu banyak terlibat dalam jalannya cerita atau apakah sebagai frekuensi penampilannya lebih dari tokoh-tokoh lain.
Menurut  defenisinya ,tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (sudjiman,1990).disamping tokoh utama (protagonis) ,ada jenis-jenis tokoh lain ,yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis) ,yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama .konflik diantara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita.tokoh-tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh bawahan . dalam kisah Bawang Putih dan Bawang Merah misalnya tokoh utamanya adalah Bawang Putih, tokoh lawan/antagonis adalah ibu tiri dan Bawang merah. Akibat tindakan ibu tiri dan Bawang Merahlah maka Bawang Putih akan mengalami peristiwa-peristiwa yang menyedihkan , tetapi kemudian malahan menguntungkannya. 
Selain tokoh-tokoh dalam narasi terdapat latar, yakni segala keterangan mengenai waktu,ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia,metafora,atau ekspresi tokohnya(Wellek dan Waren,1989).
Namun unsur yang juga sangat penting adalah lakuan atau peristiwa, yang membentuk kerangka cerita (alur utama). Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan seksama membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan kearah klimaks dan selesaian (sudjiman ,1990)
Peristiwa-peristiwa yang menjalinnya ada yang penting untuk jalanya cerita dan ada yang tidak penting namun saling melengkapi untuk menjadikan kisah itu menarik .peristiwa-peristiwa penting adalah yang memiliki hubungan sebab akibat ( fungsi utama) dan membentuk kerangkan cerita.tidak selamanya suatu kisah dijalin dengan peristiwa-peristiwa yang berlangsung dari A-Z,menurut alur kronologis.pengarang dapat saja memulai ceritanya dari peristiwa x (cerita detektif,misalnya) atau peristiwa G, misalnya,maka alurnya disebut alau menurut teks.contoh alur sederhana tanpa rumitan,yang sekaligus juga juga alur utama dan kronologis adalah yang dibuat berdasarkan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah seperti berikut ini:
·         Meninggalnya ibu Bawang Putih.
·         Pernikahan ayah Bawang Putih Dengan janda beranak satu Bawang merah.
·         Perlakuan jelek ibu tiri terhadap Bawang putih.
·         Hilangnya pakaian yang sedang dicuci Bawang Putih di sungai.
·         Pencarian pakaian yang hilang dengan menyusuri sungai.
·         Pertemuan dengan nenek gaib.
·         Pemberian labu oleh nenek gaib kepada Bawang Putih.
·         Pembukaan labu yang berisikan intan permata dirumah Bawang Putih.
·         Kedengkian dan iri hati Bawang merah terhadap nasib baik saudara tirinya membawanya kesungai.
·         Pencarian pakian oleh Bawang Merah.
·         Pertemuan dengan nenek gaib yang sama.
·         Permintaan Bawang merah agar diberi hadiah.
·         Pemberian labu oleh nenek gaib kepada Bawang Merah.
·         Pembukaan labu yang ternyata berisi reptil yang berbahaya bagi Bawang Merah.
·         Kebahagian Bawang Putih yang akhirnya Menjadi kaya.

3.3 Struktur Penceritaan/Penuturan
Suatu narasi dikisahkan oleh “seseorang” kepada “pendengar”dan dibacakan oleh pembaca (narrtor,narrateur,implied author,juru kisah) itu membawakan kisahan (narasi) di atas kertas.ia tidak identik dengan pengarang, yakni manusia yang benar-benar ada dalam kenyataan.kisahnya,walaupun berdasarkan kenyataan atau ada kaitannya dengan kenyataan, sebanarnya tidak ada kaitannya dengan kehidupan sipengarang yang sesungguhnya.kisah itu hanyalah hasil imajinasi pengarangnya yang memanfaatkan pengalaman hidup dan hasil pengamatan terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
Dalam kisahnya ,pencerita sering menyebut diri “aku” atau “saya”(penceritaan akuan).penceritaan akuan adalah tokoh dalam ceritanya tetapi tidak selalu tokoh utama.
Namun sering kali dalam kisahnya pencerita mengacu kepada tokoh-tokohnya dengan kata ganti orang ketiga, dia atau ia .Penceritaan diaan berada diluar cerita ( eksternal) .ia hanya menyampaikan suatu kisahan ,tetapi tidak terlibat didalamnya.
Dalam menyampaikan kisahanya ,pencerita selalu mengambil posisi dan becerita menurut suatu sudut pandang (point of view,point de vue). Jika ia “berada” dalam cerita sebagai tokoh (penceritaan internal ,pandanganya terbatas pada apa yang dapat diketahui oleh seorang tokoh.namun jika ia berada diluar (pencerita diaan ,eksternal),ia dapat menjadi pencerita mahatahu,yakni pencerita yang mengetahui maksud dan pikiran semua tokoh serta semua yang mereka lakukan.semua tokoh dipandang dari dalam (fokalisasi intern).
4.Laporan Bagian Buku Bab 4 membahas materi tentang Drama, yang mencangkup ,Hakikat Drama, Karakteristik, Elemen Drama,dan Sarana Dramatik, Pengkategorian Drama.
4.1 Hakikat Drama
Terlepas dari apakah karya drma itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja,pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan diantara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh. Pengertian umum mengenai karya drama ini mengikuti batasan sebagaimana pernah dikemukan oleh Sir Jhon Pollock (1958) bahwa “ a play as a work of art composed of work spoken,of motion performed,by imagined characters and having a subject,action,develoment, climax and conclusion”.
Tidak semua karya drama ternyata berkesempatan untuk dipentaskan. Ada sejumlah karya drama yang sangat populer, yang berkali-kali dipentaskan diberbagai kesempatan dan diberbagai tempat. Sebaliknya,banyak pula karya drama yang berhenti sebagai semata-mata bacaan; tanpa pernah dipentaskan sama sekali. Drama yang cenderung lebih tepat untuk dibaca saja,meskipun secara verbal juga memperlihatkan adanya cakapan dan petunjuk pemanggungan, lazim disebut sebagai closet drama atau “drama baca”  dalam istilah indonesia.
Sejarah Ringkas : sebagai istilah,”drama” dan “teater” ini datang atau kita pinjam dari khazanah kebudayaan barat.secara lebih khusus, asal kedua istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra diyunani,pada awalnya ,diyunani ini,baik”drama”maupun “teater” muncul dari rangkaian upacara keagamaan ,suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Istilah “drama” itu sendiri,seperti dikemukan oleh Boen S. Oemarjati (1971),pada masa Aeschylus (525-456 SM) satu diantara tiga penyair tragedi yunani sudah menyiratkan makna ‘peristiwa’, ’karangan’, dan ‘risalah’ . Sedangkan istilah “teater” yang berasal dari “theatron”yang juga merupakan turunan dari kata “theaomai” mengandung makna ‘dengan takjub melihat atau memandang’ . secara khusus lagi, pada masa thucydes (471-395 SM) dan Plato ( 428-384 SM), “ taeter” juga dimaksudkan sebagai ‘gedung pertunjukan,panggung’ , atau ‘publik,auditorium’ pada zaman Herodotus (490-424 SM), dan ‘karangan tonil’ , sebagaimana disebutkan dalam kitab perjanjian lama.
Pada masa awal pertumbuhannya dibarat, sebagai betuk upacara agama,drama dilakasanakan dilapangan terbuka. Para penonton duduk melingkar atau membentuk setengah lingkaran,sedangkan upacara dilakukan ditengah lingkaran tersebut. Sementara pada teater di Yunani khususnya ,tempat penonton berada membentuk setengah lingkaran yang semakin besar radiusnya,semakin tinggi tempat duduk penonton bersangkuatan. Bentuk seperti ini dikenal sebagai amphitheater,yang dibuat sedemikian rupa itu pada zaman itu,sesuai dengan sifat drama dan merupakan suatu penyiasatan terhadap mutu suara maupun pandangan penonton yang masih belum terbantu oleh penemuan teknologi pandang-dengar (audio-visual),seperti sekarang ini.
Perkembangan drama ,pada gilirannya kemudian, memperlihatkan adanya pergeseran dari ritual keagamaan menuju kepada suatu oratoria, suatu seni berbicara yang mempertimbangkan intonasi ubtuk mendapatkan efektivitas komunikasi.dari oratoria ini, kemudian perkembangan memperlihatkan adanya dua kecenderungan besar.di satu pihak, ada kecenderungan oratoria yang sarat dengan musik sebagai elemen utamanya, yang hingga kini kita kenal dengan opera dan operet, dan di pihak lain muncul pula bentuk oratoria yang hanya mengandalkan cakapan atau dialog sebagai elemen utama seperti yang kini kita kenal sebagai drama.
Dan sudah barang tentu,bentuk-bentuk teater mengalami perkembangan pula sejajar dengan perkembangan drama dan perkembangan teknologi pandang-dengar yang ada.
4.2 Karakteristik,Elemen Drama, Dan Sarana Dramatik
Apa yang disebut sebagai “cakapan” atau “dialog” tidak lain adalah suatu sarana yang telah disediakan oleh penulisnya agar cerita atau kisah yang ditampilkan itu nantinya berujud suatu percakapan yang diujarkan oleh para pemain sehingga pendengar atau penonton (audience) dapat mengikuti alur cerita melalui apa yang mereka denga.demikian pula dengan “petunjuk pemanggungan” (stage directions),pada intinya adalah sebuah sarana pemandu yang disediakan oleh penulis drama untuk memberikan gambaran mengenai tempat, suasana, atmosfer, status sosial tokoh, dan sebagai nya,yang dapat dilihat secara langsung oleh penonton.petunjuk pemanggungan ini tentu saja juga berfungsi untuk menuntun pembaca atau mereka yang akan mementaskan karya drama bersangkutan kedalam suatu latar tertentu sesuai dengan apa yang diniatkan atau dikehendaki oleh penulisnya. Kendati demikian, interprestasi bebas terhadap petunjuk pemanggungan yang ada ,sangat dimungkinkan.
Elemen Drama,sebagaimana prosa khususnya,pada karya drama pun dapat dijumpai pula adanya elemen-elemen tokoh,alur,dan kerangka situasi cerita yang saling menunjang satu sama dengan lainnya.akan tetapi,jika didalam prosa, tokoh-tokoh yang muncul itu cenderung berhenti dalam imajinasi atau identifikasi subjektif pembaca saja, tidak demikian halnya yang terjadi pada drama mengingat drama berkemungkinan untuk melaksanakan interprestasi tokoh-tokoh itu dalam bentuk konkret.sebagai akibat dari kondisi yang demikian ini ,maka didalam drama,tingkat kepentingan antara tokoh dengan alur menjadi seimbang.
W.H. Hudson (1958) mengemukakan adanya dua jalur pendapat ,yaitu (a) alur lebih dipentingkan,sedangkan tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu,dan (b) tokoh yang lebih penting,sedangkan alur hanya dipergunakan untuk mengembangkan tokoh. Dan hudson sendiri,berkenaan dengan hal ini, cenderung mengatakan bahwa pementingan terhadap tokoh lebih utama dibandingkan dengan pementingan terhadap alur. Menurutnya, sesuatu cerita akan meninggalkan kesan yang dalam dan bahkan mungkin “abadi”lantaran penokohan didalam cerita itu begitu kuat dan meyakinkan dalam menbangun alur cerita. Sementara, apabila alur saja yang menarik karena kerumitan atau kompleksitas masalahnya,ia cenderung mengendap sebentar dan segera menguap.
Namun demikian, tentu banyak pula yang berpendapat bahwa alur lebih penting dari pada tokoh; tokoh hanyalah subordinat saja dari alur,seperti dikemukan oleh Bernard Grebanier (1981). Banyaka sekali ahli yang mengatakan bahwa drama yang baik harus selalu memperlihat adanya konflik atau konflik yang dikatan Hudson ,atau juga konflik dan oposisi seperti disebutkan Grebanier.adanya konflik-konflik semacam ini menjadi jelas bagi kita bahwa drama lazimnya akan memberikan kepada pembaca maupun penontonya”perjalanan” cerita yang dialami oleh konflik-konflik itu. Dalam istilah Hudson, “perjalan” itu disebut dramatic-line yang secara garis besar adalah: (a) pemaparan/eksposisi (exsposition); (b) penggawatan/komplikasi; (c) krisis/klimaks; (d) pelarian/antiklimaks; (e) penyelesaian.
Sarana Dramatik, agar tema dalam sebuah drama dapat lebih dipahami dan lebih “hidup” ketika dipentaskan,sejumlah penulis drama biasa memanfaatkan berbagai sarana dramatik, yaitu dengan monolog (monologue), solilokui (soliloquy), dan sampingan (aside) . yang dimaksud dengan “monolog” adalah sebuah komposisi yang tertulis –dalam naskah drama-atau yang berbentuk lisan yang menyajikan wacana satu orang pembicara. Dalam sebuah pementasan, istilah ini menunjuk pada ujaran yang dilakukan oleh satu tokoh yang biasanya menjelaskan segala sesuatu yang sudah terjadi.
“solilokui” sepintas lalu agak mirip dengan monolog dalam hal tampilnya seorang tokoh atau pemain. Pada solilokui , yang diujarkan atau diucapkan oleh tokoh biasanya panjang dan isinya merupakan pemikiran subjektif yang ditunjukan kepada penonton untuk menyarankan hal-hal yang akan terjadi.
“sampingan” , biasanya memang lebih tampak pada sebuah pementasan, menggambarkan adanya ujaran yang ditunjukan kepada para penonton.ujaran tersebut sengaja agar tidak didengar oleh pemain lainnya,karena ujaran yang diucapkan biasanya berisi pikiran tokoh itu sendiri yang berisi komentar terhadap peristiwa yang tengah berlangsung. Dalam pementasan, pemain yang mengucapkan ini biasanya mengarahkan wajahnya atau memalingkan mukanya kearah penonton, dan cenderung menepati posisi disamping pentas.
4.3 Pengkategorian Drama
Naskah yang masuk kategori pertama disebut sebagai drama pentas atau drama saja, dan yang hanya tepat untuk dibaca saja disebut sebagai drama baca. Karya drama yang cara pengungkapannya diikat-baik secara ketat maupun longgar-dengan bar ini, pada kenyataan yang kita hadapi dapat berupa opera atau operet. Yang dimaksud dengan opera adalah karya drma yang sangat mengutamakan nyanyian dan hampir keseluruhan adegan dilakukan dengan cara benyanyi ini. Sedangkan operet, yang sering juga disebut sebagai opera ringan, cara penyajiannya tidak selalu dinyanyikan tetapi terkadang diseling pula dengan cakapan atau dialog antara para pemain. Selain itu operet biasanya juga hanya berbentuk drama satu babak.
Berdasarkan pola sajiannya-yang tentu saja berkaitan erat dengan tema atau alur yang dibangun –terdapat berbagai –jenis drama. Dari sekian banyak pola sajian drama yang pernah ada , penenalan terhadap lima buah sajian drama yang populer perlu dipahami secara sederhana disini.
Kelima bentuk drama tersebut adalah tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. “tragedi” adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan atau dukacita. “komedi” berakhir dengan suka cita . Didalam membangun kesukacitaan ini, pengarang karya drama tersebut lebih menumpukan hadirnya gelak tawa melalui pemilihan diksi atau pilihan kata yang cerdas.karena warna drama ini penuh gelak tawa, seringkali drama ini disebut drama gelak.sebuah sajian drama yang mengambungkan tragedi dan komedi disebut dengan “tragikomedi” . Sedangkan “melodrama”  sesungguhnya berdasarkan dari alur opera yang dicakapkan dengan iringan musik. Atau dapat saja berupa sebuah pementasan yang ketika tanpa ada cakapan apa pun, emosi dibangun melalui musik. Dan terakhir adalah “farce” , yang secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah sajian drama yang bersifat karikatural. Sebagai kisahan, ia bercorak komedi, tetapi gelak yang muncul itu sendiri ditampilkan melalui ucapan dan perbuatan. Dalam konteks masa kini, banyak yang menyamakan farce dengan “komedi situasi” disejumlah tanyangan televisi.
C.  KOMENTAR
Buku membaca sastra, karangan Melani Budianta dkk banyak memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan terutama kajian sastra. Buku Menbaca Sastra ini dari sisi bentuk, cukup tebal, cover dan judul buku juga menarik perhatian pembaca untuk membaca dan memiliki buku ini, selain itu dari segi isi, buku membaca sastra ini cukup bagus ,meskipun kata yang digunakan dalam buku ini banyak yang menggunakan kata-kata asing atau kata yang belum dikenal oleh pembaca, terutama pembaca awal atau pembaca pemula namun penulis telah merancang buku ini sedemikian rupa dengan melampirkan daftar isitilah yang memperjelaskan kata-kata yang sulit dicerna itu, dihalaman belakang. Disamping itu dengan terletaknya daftar istilah dihalaman belakang membuat pembaca kehilangan kosentrasi dalam membaca karena membaca sambil melihat daftar istilah dihalaman belakang apabila ditemui kata-kata yang belum dimengerti.
          Didalam buku ini penulis memaparkan defenisi/pengertian berupa gambaran umum/pengantar saja bukan secara langsung dan spesifik. Jika untuk pembaca yang memiliki IQ tinggi/satandar serta memiliki tingkat pemahaman yang sangat cepat, sangat cocok membaca buku ini karena dapat memicu pembaca tersebut untuk berpikir inovatif dan kreatif mengenai materi yang disajikan buku ini, sebaliknya apabila yang membaca buku ini dalah adalah pembaca yang IQ nya lemah/ dibawah rata-rata akan merasa binggung memahami materi tersebut karena defenisinya tidak dijelaskan secara langsung dan spesifik hanya berupa pengantar atau gambaran umum saja.
          Buku Membaca Sastra ini terdiri dari beberapa bab dan subbab yang tersusun secara sisitematis, bab-bab didalam buku ini menjelaskan jenis karya sastra seperti puisi,prosa, dan drama namun sebelum mempelajari jenis karya satra tersebut terlebih dahulu penulis menjelaskan maksud dari karya sastra itu sendiri yang berupa apa itu sastra, sastra: antara konvensi dan Inovasi , fungsi sastra, produksi dan reproduksi sastra.  Sehingga pengetahuan pembaca sebelum memahami jenis karya sastra telah dibelakali dengan pengetahuan atau pemahaman yang dimaksud karya sastra itu sendiri. Subbab yang dijelaskan buku ini juga demikian tersusun secara sistematis yang mana penulis menjelaskan dari pengatar,konsep dan defenisi, sampai akhirnya bagian-bagian materi yang dijabarkan.
          Buku melani budianta ini juga terdapat catatan untuk pengajar ,sehingga memudahkan calon pengajar dan pengajar untuk merealisasikan ilmunya kepada peserta didik dan orang disekitarnya. Namun buku ini hanya beroreantasikan untuk mahasiswa dan pengajar saja bukan untuk semua kalangan. Buku ini memiliki keistimewaan yang mana buku ini terdapat lampiran yang memuat beberapa karya sastra seperti Robohnya Surau Kami, Clara, Surat Kepada Anak-Anak Yang Memilih Untuk Diam Dalam Kepatuhan, Tanah Sang Raksasa, Pakaian Dan Kepalsuan, hal ini membuat pembaca terasa mendapatkan bonus bacaan dan juga memahami bahwa sastra itu sungguh indah.
   Rujukan pembanding 1 dari buku yang saya laporkan adalah buku “Anotomi Sastra”buku ini dikarang oleh S.M Atar Semi, hak cipta buku ini dilindungi oleh Undang-Undang All Rigth Reserved. Di terbitkan pertama kali oleh Penerbit Angkasa Raya Padang 1988 yang merupakan anggota IKAPI, kota terbit buku ini adalah padang, buku ini merupakan cetakan ke 2, dengan tebal buku 264 halaman. Dilihat dari isi bukunya terdiri atas lima bab dan terdapat kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subbab materi yang akan dijabarkan, Kemudian  daftar pustaka/rujukan. Dalam buku S.M Atar Semi ( Anatomi sastra) jika penulis bandingkan dengan buku Melani dkk ( Membaca Sastra) secara umum ,buku S.M Atar semi ini, jika dilihat dari “Teknik pembelajaran Sastranya” buku ini memaparkan secara langsung defenisi dari satra , fiksi, puisi, drama, sehingga dalam hal ini siswa tidak begitu terobsesi mencari tau apa itu satra,  fiksi, puisi, dan drama karena pemamaparan defenisinya sudah jelas sehingga terjadi teknik penghapalan bukan memahami,menganalisis, mengamati dan juga membandingkan selain itu mahasiswa tidak dituntut untuk berpikir inovatif dan kreatif mahasiswa hanya dituntut untuk mengerti apa yang sudah dijelaskan oleh buku.contohnya pada setiap bab buku ini  yang mengurai materi Konsep Seni Sastra, Anatomi Fiksi, Anotomi Puisi, Anatomi Drama, pada setiap akhir bab terdapat pertanyaan diskusi dan pemahaman, yang isi pertanyaan tersebut adalah materi yang sudah dijabarkan oleh buku, tanpa disadari hal tersebut akan membuat seorang mahasiswa enggan mencari tau lebih dalam lagi mengenai materi yang dipelajari,apabila ada tugas seputar pertanyaan dan pemahaman cukup buka buku dan punya buka, tidak perlu memahaminya terlalu jauh karena jawabannya sudah tertera didalam buku.
 Kita bandingkan dengan buku Melani dkk , yang konsep dan definisinya hanya gambaran umum atau seputar pengatar , untuk kita berpikir apa itu satra, apa itu puisi, apa itu prosa, dan apa itu drama, tanpa disadari hal ini lah yang membuat kita mengembangkan gagasan/ide kita mengenai materi tersebut, bukan hanya tepaku apa yang dijelaskan/dipaparkan oleh buku saja. Kita pun dituntut memahami, menganalisis, membandingkan serta mengamati Satra dan jenis karyanya. contohnya pada setiap bab ada contoh karya sastra, pada bab 1 pembaca diminta untuk untuk membandingkan dan memahami teks karya sastra dengan teks yang bukan karya sastra, pada bab 2 pembaca diminta menganalisis pola dalam sajak  gaya bahasa dalam sajak, dan suasana yang terdapat dalam sajak, pada bab 3 pembaca  diminta mengamati dan menganalisis unsur-unsur penting dalam cerpen, pada bab 4 pembaca diminta  menganalisis sebuah karya drama yang ditonton atau disaksikan.
Rujukan pembanding 2 adalah tentang sastra yaitu berjudul “Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra” . Buku ini dikarang oleh Suyatno. Penerbitnya adalah SIC. Dan merupakan Cetakan pertama pada tahun 2004. Ketebalan bukunya 153 halaman, terdapat kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subbab materi yang akan dijabarkan. Kemudian daftar pustaka/rujukan. buku Suyatno yang berjudul teknik pembelajaran bahasa dan sastra ini jika penulis bandingkan dengan buku Membaca Sastra karangan melani dkk dari segi bentuk, berdasarkan ketebalan buku suyatno lebih tipis dibandingkan buku Melani dkk yaitu buku suyatno terdiri dari 153 halaman sedangkan melani dkk 256 halaman. Dan dari segi isi buku suyatno ini sama dengan buku melani dkk, terdiri dari kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subbab yang dijabarkan hanya saja dibuku suyatno tidak terdapat halaman istilah dan lampiran. Berdasarkan teknik pembelajarannya sastranya”siswa tidak diajarkan materi dasar tentang apa itu puisi seperti defenisi, karakteristik dan jenisnya. Didalam buku suyatno ini siswa langsung diajarkan tujuan dn cara menerapkan. Sehingga pembaca tidak begitu memahami secara mendalam mengenai pa itu puisi dan drama mereka hanya tahu cara mempraktikannya dan juga tujuan mempraktikannya bukan pemahaman mengenai apa itu puisi, dan apa itu drama atau tahu paraktik tapi tidak tahu teori. Didalam buku suyatno ini  pertama siswa diajarkan mengenai sub bab “baca puisi secara serempak” dalam hal ini siswa hanya diajarkan tujuan membaca puisi serempak dan cara mempraktikan baca puisi serempak. Kedua penulis menjelaskan, siswa diajarkan “baca puisi secara individu” dalam hal ini penulis juga menjelaskan tujuan baca puisi individu, alat yang digunakan dalam baca puisi individu, dan juga cara mempraktikannya.ketiga penulis menjelaskan tentang “melagukan puisi” sama seperti subbab sebelumnya ,yang dibahas disini juga berupa tujuan melagukan puisi, alat yang diperlukan dan menerapkannya dalam melagukan puisi.keempat penulis menjelaskan, pengajar menjelaskan kepada siswanya tujuan, alat yang digunakan dan cara  “memerankan puisi”. Kelima mengenai “menarasikan puisi” penulis menjelaskan, pengajar mengajarkan kepada siswanya mengenai alat yang digunakan dan menerapkannya dalam pembelajaran puisi. Keenam penulis menjelaskan materi mengenai “mengganti puisi” yang mana pengajar menjelaskan kepada siswanya tentang tujuan dan alat yang digunakan dalam mengganti puisi. Ketujuh “menulis puisi berdasarkan lamunan” penulis menjelaskan, pengajar menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan, alat yang digunakan dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan lamunan. Kedelapan disini penulis menjelaskan materi mengenai “menulis puisi berdasarkan gambar” pengajar menjelaskan kepada siswa mengenai tentang tujuan, alat yang digunakan dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan gambar. Kesembilan penulis menjelaskan materi “ menulis puisi berdasarkan cerita” yang mana pengajar menjelaskan tujuan alat yang digunakan dan cara menerapkannya dalam menulis puisi berdasarkan cerita. Kesepuluh penulis menjelaskan materi mengenai “meneruskan puisi“ yang mana penulis menjelaskan pengajar mengajarkan kepada siswanya mengenai tentang tujuan,alat yang digunakan dan cara menerapkan meneruskan puisi. Kesebelas , penulis menjelaskan materi mengenai ‘mengawali puisi“ disini pengajar menjelaskan kepada siswanya mengenai tentang tujuan,dan alat yang digunakan serta cara menerakan mengawali puisi. Kedua belas, penulis menjelaskan materi mengenai “ baca puisi berpasangan” yang mana pengajar menjelaskan kepada siswanya mengenai tentang baca puisi berpasangan.

D.  PENUTUP
         Buku “Membaca Sastra” karangan Melani dkk.ini sangat bagus dibaca oleh kalangan guru dan mahasiswa FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dari program studi mana saja, yang lebih khusus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni pada prodi Bahasa Indonesia dan juga bagi guru, dosen. Banyak pengetahuan yang bisa diambil dari buku ini khususnya bagi guru yang sudah mengajar. Sangat bermanfaat untuk dijadikan catatan-catatan penting agar terlatih dalam mempraktikan ilmu sastranya. Karena dalam ilmu sastra seperti puisi, drama dan lain sebagainya sangat banyak dipertunjukkan kepada khalayak ramai. Ketika pembacaan puisi misalnya, jika mahasiswa/siswanya berhasil membaca puisi dengan ekspresi ,intonasi,jeda,gerak-gerik yang baik didepan khalayak umum, pengajarnya berarti berhasil mengajarkan puisi baik secara materi dan praktiknya bukan itu saja dapat mengharumkan nama mahasiswa/siswa itu sendiri serta guru dan dosen (pengajar pada bidang studi tersebut), akan tetapi sebaliknya jika pembacaan puisi itu jelek, tidak menggunakan ekspresi,intonasi jeda gerak-gerik yang pas maka akan gagal guru/dosen itu mengaplikasikan ilmu nya kepada mahasiswa/siswa,siswapun akan dianggap kurang memahami terhadap kajian tersebut. Buku ini juga bermanfaat bagi khalayak umum, apalagi jika pembacanya yang berbakat pada bidang seni dan sastra.Banyak hal yang dapat dipelajari dan ditimba ilmunya dari buku ini. Seperti halnya bagi seseorang yang punya bakat/hobi bermain teater/drama. Dalam buku ini sudah ada cara bagaimana langkah awal bermain drama yang baik sehingga menghasilkan kesuksesan. Bagi bapak-bapak/ibu-ibu, khususnya ibu rumah tangga yang ingin mengajarkan anaknya berseni dan bersastra sangat bagus membaca buku ini. Sambil mengajari anak-anaknya pelajaran yang lain, ibu-ibu tersebut boleh mengajari anak-anaknya berlatih drama, puisi dan membuat cerita. Apalagi anak tersebut sudah kelihatan bakat dan kehobiannya bersastra. Sangat bagus untuk dibimbing, Selain dapat bimbingan di sekolah, di rumah juga bisa dibimbing sehingga mereka menjadi mahir dalam praktiknya di lapangan. Buku ini sangat bagus dan isi di dalamnya sangat bermanfaat bagi pembaca. Akan tetapi Saya sebagai penulis laporan bacaan ini sangat mengharapkan dalam menjelaskan uraian panjang lebar tentang materi bab dan subbabnya. Selain itu kalimat atau bahasa yang digunakan jangan terlalu sulit untuk dimengerti atau tidak begitu banyak mebuat kata istilah karena hal ini akan membuat kebinggungan untuk pembaca yang IQ nya lemah,  meskipun pada halaman belakang sudah ada daftar istilahnya, hal itu akan membuat repot pembaca karena membaca sambil melihat daftar istilah dihalaman belakang. Buku ini dalam menjabarkan defenisinynya sudah bagus karena mahasiswa lebih dituntut aktif, baik itu memahami, mengamati, menganalisis,   membandingkan, apa yang dipelajari, tetapi hendaknya defenisi dijabarkan secara spesifik karena untuk pembaca yang memiliki kemampuan rata-rata /IQ lemah bingung mencernakan defenisi yang berupa gambaran umum/pengantar untuk berpikir mengenai defenisi. 





















DAFTAR PUSTAKA
Budianta, Melani dkk. 2003. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi. Depok:  Indonesia Tera
Antar, Semi S.M.1998 . Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya Padang
 Suyatno.2004. teknik pembelajaran bahasa dan sastra. Jakarta : SIC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar